Senin, 03 Oktober 2011

Analisis Retrosintesis

Organik Sintesis???
Bagi beberapa orang, sepasang kata itu terdengar "mengerikan". Bahkan menjadi momok yang menakutkan dan membuat kepala berputar-putar ketika membahas materi berkaitan dengannya.. Padahal...kalau dinikmati...keren koq..!! Mengutip perkataan dosenku.. "Belajar kimia organik itu berarti belajar suatu seni...semuanya memiliki keteraturan.."
Dan memang seperti itulah...

Untuk postingan kali ini, izinkan saya memaparkan sedikit tentang konsep sintesis organik, khususnya Analisis Retrosintesis... Semoga Bermanfaat... ^_^

I. KONSEP DASAR RETROSINTETIK
Pada kesempatan ini kita akan menggunakan analisis retrosintetik untuk menguraikan senyawa alkohol (1) dibawah ini sebagai molekul target :
Gambar 1. 1,5-difenil-1-pentanol(1)

Sering kali terdapat lebih dari satu analisis yang “benar” untuk sintesis suatu senyawa. Begitu pula pada senyawa (1) diatas, terdapat sedikitnya 6 cara berbeda untuk menguraikan molekul tersebut. Melalui keenam metode ini, akan dijelaskan prinsip-prinsip analisis retrosintesis serta keunggulan masing-masing jalur.

1. Analisis retrosintetik I
Dalam analisis retrosintesis, hal pertama yang dilakukan ialah melakukan pemutusan (diskoneksi) ikatan, kemudian memberi muatan positif pada salah satu ujung ikatan yang diputuskan dan muatan negatif pada fragmen yang lain.
Gambar 2. Analisis Retrosintetik 1 untuk alkohol (1)

Diskoneksi dinyatakan dengan garis bergelombang melintasi ikatan yang akan diputus. Panah retrosintetik menyatakan alur mundur dari molekul target ke sepasang fragmen bermuatan. Fragmen bermuatan tersebut disebut dengan sinton. Pereaksi ekuivalen sinton dinyatakan dengan tanda garis datar tiga.

Secara teoritis diskoneksi ini dapat menghasilkan dua pasang fragmen bayangan. Jika belum yakin dalam meletakkan muatan positif dan negative pada kedua fragmen, maka sebaiknya tuliskan kedua pasang fragmen dengan muatan yang berbeda.

Pada kasus ini, karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada karbon, maka tidaklah mudah mendapatkan pereaksi sederhana dari sinton pada jalur A. sebaliknya pada jalur B, tersedia pereaksi Grignard. Oleh karena itu, dari analisis ini tampak bahwa senyawa (1) dapat disintesis secara langsung melalui reaksi sebagai berikut :
Gambar 3. Sintesis I untuk senyawa (1)

2. Analisis retrosintetik II
Analisis retrosintetik lain juga mungkin untuk senyawa (1) melibatkan diskoneksi ikatan karbon-karbon :

Gambar 3. Analisis Retrosintesis II untuk alkohol (1)

Pada proses ini juga terdapat dua pasang fragmen terionkan yang mungkin, namun hanya jalur D yang terdapat pereaksi ekuivalen yang sederhana, yaitu pereaksi Grignard dan aldehida. Jalur sintesisnya ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 4. Sintesis 2 untuk alkohol (1)

3. Analisis Retrosintetik III
Pada retrosintetik kali ini dan berikutnya, tidak lagi dimunculkan dua pasang sinton, namun tetap dipertimbangkan ketika memilih jalur yang tepat untuk sintesis molekul target. Retrosintetik senyawa (1) dapat dinyatakan seperti gambar di bawah ini, dengan pereaksi epoksida dan pereaksi Grignard.
Analisis Retrosintetik

Gambar 5. Analisis Retrosintetik III

Sintesis

Gambar 6. Sintesis III senyawa (1)

4. Analisis Retrosintetik IV
Pendekatan berbeda untuk sintesis (1) dapat didasarkan pada pengetahuan bahwa keton dapat dengan mudah direduksi menjadi alkohol sekunder dengan pereaksi seperti natrium borohidrida atau litium aluminium hidrida.
Interkonversi gugus fungsi (IGF) adalah istilah yang digunakan dalam analisis retrosintetik untuk menggambarkan proses mengubah (mengonversi) satu gugus fungsi ke gugus fungsi lain, misalnya dengan oksidasi atau reduksi. Proses ini dinyatakan menggunakan tanda dengan ‘IGF’ diatasnya. Oleh karena itu bila alkohol (1) diubah menjadi keton terlebih dahulu, maka pasangan sintonnya dapat ekuivalen dengan adisi enolat dari asetofenon pada halida.
Perlu diingat bahwa proton α dari gugus karbonil bersifat asam dapat ditarik oleh basa sehingga menghasilkan suatu enolat.

Analisis retrosintetik

Gambar 7. Analisis Retrosintetik IV

Sintesis

Gambar 8. Sintesis IV senyawa (1)


5. Analisis Retrosintetik V
Analisis lebih lanjut untuk alkohol (1) melibatkan lagi interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke keton sebelum pemutusan ikatan karbon-karbon. Analisis ini menghasilkan sinton yang bermuatan positif pada posisi β terhadap karbonil dan sinton nukleofil karbon.

Analisis Retrosintetik

Gambar 9. Analisis Retrosintetik V

Sintesis

Gambar 10. Sintesis V senyawa (1)

6. Analisis Retrosintetik VI
Analisis retrosintetik ini juga memerlukan interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke keton diikuti IGF kedua untuk membentuk keton tak jenuh-α,β. Adisi litium difenilkuprat pada dienon menghasilkan kerangka karbon yang diperlukan.

Analisis retrosintetik
Gambar 11. Analisis Retrosintetik VI

Sintesis
Gambar 12. Sintesis VI senyawa (1)

Keunggulan keenam jalur sintesis senyawa (1)

Ringkasan retrosintetik

Metode manakah yang terbaik?
Diskoneksi yang lebih dekat dengan pusat molekul biasanya menghasilkan penyederhanaan terbaik, karena itu metode 1, 2 dan 4 lebih disukai. Jumlah tahap sintesis harus dibuat sesedikit mungkin kecuali terdapat keuntungan bila digunakan IGF, yakni dapat membantu pembentukan ikatan karbon-karbon dengan rendemen yang tinggi.
Ekivalen sintetik untuk sinton-sinton lazim
Sinton Ekivalen sintetik
R+ R-Br, R-I, R-OMs, R-OTs
R=alkil, bukan aril

R- RMgBr, RLi, LiCuR2









II. UMPOLUNG
Pada suatu rantai hidrokarbon, pola berselang-seling antara posisi elektrofilik dan nukleofilik dapat berlanjut sepanjang rantai hidrokarbon tak jenuh dengan syarat ikatan-ikatan rangkap berada dalam keadaan terkonjugasi dengan gugus karbonil. Penulisan pola berselang-seling muatan bayangaan atau ‘kepolaran laten’ pada molekul target dapat sangat membantu dalam mengenali sinton potensial. Kepolaran laten pada senyawa alkohol (1) ditunjukkan sebagai berikut :


Pada molekul target yang memiliki lebih dari satu substituent atau gugus fungsi, sintesis harus dirancang dengan mempertimbangkan posisi akhir dari gugus fungsi tersebut. Untuk senyawa 1,3-disubstitusi dan 1,5-disubstitusi, kepolaran laten terhadap kedua gugus fungsi tersebut berimpit. Hubungan yang bersesuaian di antara kepolaran-kepolaran laten yang berimpit ini dikenal sebagai pola konsonan. Hal yang demikian dapat mempermudah dalam analisis retrosintesisnya.
Contoh :

Analisis retrosintesisnya :

Namun pada senyawa 1,4-dikarbonil, pola muatan laten tidak saling berimpit. Hubungan ini disebut disonan. Oleh karena itu kita memerlukan pereaksi yang tidak mengikuti kepolaran normal. Istilah bahasa Jerman umpolung digunakan untuk menggambarkan keadaan semacam ini, yakni ketika kita harus menggunakan sinton dengan kepolaran yang berlawanan dengan kepolaran normal dari gugus fungsi yang diperlukan.

Analisis retrosintesisnya :

Beberapa pereaksi ekuivalen yang dapat digunakan dalam kasus ini ialah :
a) Epoksida

b) α-haloketon atau α-haloester

c) 1,3-ditiana

d) Adisi sianida





DAFTAR PUSTAKA

Willis, C.L., 2004, Sintesis Organik, Penerjemah : Marcellino Rudyanto, Airlangga University Press, Surabaya.

2 komentar: