Organik Sintesis???
Bagi beberapa orang, sepasang kata itu terdengar "mengerikan". Bahkan menjadi momok yang menakutkan dan membuat kepala berputar-putar ketika membahas materi berkaitan dengannya.. Padahal...kalau dinikmati...keren koq..!! Mengutip perkataan dosenku.. "Belajar kimia organik itu berarti belajar suatu seni...semuanya memiliki keteraturan.."
Dan memang seperti itulah...
Untuk postingan kali ini, izinkan saya memaparkan sedikit tentang konsep sintesis organik, khususnya Analisis Retrosintesis... Semoga Bermanfaat... ^_^
I. KONSEP DASAR RETROSINTETIK
Pada kesempatan ini kita akan menggunakan analisis retrosintetik untuk menguraikan senyawa alkohol (1) dibawah ini sebagai molekul target :
Gambar 1. 1,5-difenil-1-pentanol(1)
Sering kali terdapat lebih dari satu analisis yang “benar” untuk sintesis suatu senyawa. Begitu pula pada senyawa (1) diatas, terdapat sedikitnya 6 cara berbeda untuk menguraikan molekul tersebut. Melalui keenam metode ini, akan dijelaskan prinsip-prinsip analisis retrosintesis serta keunggulan masing-masing jalur.
1. Analisis retrosintetik I
Dalam analisis retrosintesis, hal pertama yang dilakukan ialah melakukan pemutusan (diskoneksi) ikatan, kemudian memberi muatan positif pada salah satu ujung ikatan yang diputuskan dan muatan negatif pada fragmen yang lain.
Gambar 2. Analisis Retrosintetik 1 untuk alkohol (1)
Diskoneksi dinyatakan dengan garis bergelombang melintasi ikatan yang akan diputus. Panah retrosintetik menyatakan alur mundur dari molekul target ke sepasang fragmen bermuatan. Fragmen bermuatan tersebut disebut dengan sinton. Pereaksi ekuivalen sinton dinyatakan dengan tanda garis datar tiga.
Secara teoritis diskoneksi ini dapat menghasilkan dua pasang fragmen bayangan. Jika belum yakin dalam meletakkan muatan positif dan negative pada kedua fragmen, maka sebaiknya tuliskan kedua pasang fragmen dengan muatan yang berbeda.
Pada kasus ini, karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada karbon, maka tidaklah mudah mendapatkan pereaksi sederhana dari sinton pada jalur A. sebaliknya pada jalur B, tersedia pereaksi Grignard. Oleh karena itu, dari analisis ini tampak bahwa senyawa (1) dapat disintesis secara langsung melalui reaksi sebagai berikut :
Gambar 3. Sintesis I untuk senyawa (1)
2. Analisis retrosintetik II
Analisis retrosintetik lain juga mungkin untuk senyawa (1) melibatkan diskoneksi ikatan karbon-karbon :
Gambar 3. Analisis Retrosintesis II untuk alkohol (1)
Pada proses ini juga terdapat dua pasang fragmen terionkan yang mungkin, namun hanya jalur D yang terdapat pereaksi ekuivalen yang sederhana, yaitu pereaksi Grignard dan aldehida. Jalur sintesisnya ditunjukkan sebagai berikut :
Gambar 4. Sintesis 2 untuk alkohol (1)
3. Analisis Retrosintetik III
Pada retrosintetik kali ini dan berikutnya, tidak lagi dimunculkan dua pasang sinton, namun tetap dipertimbangkan ketika memilih jalur yang tepat untuk sintesis molekul target. Retrosintetik senyawa (1) dapat dinyatakan seperti gambar di bawah ini, dengan pereaksi epoksida dan pereaksi Grignard.
Analisis Retrosintetik
Gambar 5. Analisis Retrosintetik III
Sintesis
Gambar 6. Sintesis III senyawa (1)
4. Analisis Retrosintetik IV
Pendekatan berbeda untuk sintesis (1) dapat didasarkan pada pengetahuan bahwa keton dapat dengan mudah direduksi menjadi alkohol sekunder dengan pereaksi seperti natrium borohidrida atau litium aluminium hidrida.
Interkonversi gugus fungsi (IGF) adalah istilah yang digunakan dalam analisis retrosintetik untuk menggambarkan proses mengubah (mengonversi) satu gugus fungsi ke gugus fungsi lain, misalnya dengan oksidasi atau reduksi. Proses ini dinyatakan menggunakan tanda dengan ‘IGF’ diatasnya. Oleh karena itu bila alkohol (1) diubah menjadi keton terlebih dahulu, maka pasangan sintonnya dapat ekuivalen dengan adisi enolat dari asetofenon pada halida.
Perlu diingat bahwa proton α dari gugus karbonil bersifat asam dapat ditarik oleh basa sehingga menghasilkan suatu enolat.
Analisis retrosintetik
Gambar 7. Analisis Retrosintetik IV
Sintesis
Gambar 8. Sintesis IV senyawa (1)
5. Analisis Retrosintetik V
Analisis lebih lanjut untuk alkohol (1) melibatkan lagi interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke keton sebelum pemutusan ikatan karbon-karbon. Analisis ini menghasilkan sinton yang bermuatan positif pada posisi β terhadap karbonil dan sinton nukleofil karbon.
Analisis Retrosintetik
Gambar 9. Analisis Retrosintetik V
Sintesis
Gambar 10. Sintesis V senyawa (1)
6. Analisis Retrosintetik VI
Analisis retrosintetik ini juga memerlukan interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke keton diikuti IGF kedua untuk membentuk keton tak jenuh-α,β. Adisi litium difenilkuprat pada dienon menghasilkan kerangka karbon yang diperlukan.
Analisis retrosintetik
Gambar 11. Analisis Retrosintetik VI
Sintesis
Gambar 12. Sintesis VI senyawa (1)
Keunggulan keenam jalur sintesis senyawa (1)
Ringkasan retrosintetik
Metode manakah yang terbaik?
Diskoneksi yang lebih dekat dengan pusat molekul biasanya menghasilkan penyederhanaan terbaik, karena itu metode 1, 2 dan 4 lebih disukai. Jumlah tahap sintesis harus dibuat sesedikit mungkin kecuali terdapat keuntungan bila digunakan IGF, yakni dapat membantu pembentukan ikatan karbon-karbon dengan rendemen yang tinggi.
Ekivalen sintetik untuk sinton-sinton lazim
Sinton Ekivalen sintetik
R+ R-Br, R-I, R-OMs, R-OTs
R=alkil, bukan aril
R- RMgBr, RLi, LiCuR2
II. UMPOLUNG
Pada suatu rantai hidrokarbon, pola berselang-seling antara posisi elektrofilik dan nukleofilik dapat berlanjut sepanjang rantai hidrokarbon tak jenuh dengan syarat ikatan-ikatan rangkap berada dalam keadaan terkonjugasi dengan gugus karbonil. Penulisan pola berselang-seling muatan bayangaan atau ‘kepolaran laten’ pada molekul target dapat sangat membantu dalam mengenali sinton potensial. Kepolaran laten pada senyawa alkohol (1) ditunjukkan sebagai berikut :
Pada molekul target yang memiliki lebih dari satu substituent atau gugus fungsi, sintesis harus dirancang dengan mempertimbangkan posisi akhir dari gugus fungsi tersebut. Untuk senyawa 1,3-disubstitusi dan 1,5-disubstitusi, kepolaran laten terhadap kedua gugus fungsi tersebut berimpit. Hubungan yang bersesuaian di antara kepolaran-kepolaran laten yang berimpit ini dikenal sebagai pola konsonan. Hal yang demikian dapat mempermudah dalam analisis retrosintesisnya.
Contoh :
Analisis retrosintesisnya :
Namun pada senyawa 1,4-dikarbonil, pola muatan laten tidak saling berimpit. Hubungan ini disebut disonan. Oleh karena itu kita memerlukan pereaksi yang tidak mengikuti kepolaran normal. Istilah bahasa Jerman umpolung digunakan untuk menggambarkan keadaan semacam ini, yakni ketika kita harus menggunakan sinton dengan kepolaran yang berlawanan dengan kepolaran normal dari gugus fungsi yang diperlukan.
Analisis retrosintesisnya :
Beberapa pereaksi ekuivalen yang dapat digunakan dalam kasus ini ialah :
a) Epoksida
b) α-haloketon atau α-haloester
c) 1,3-ditiana
d) Adisi sianida
DAFTAR PUSTAKA
Willis, C.L., 2004, Sintesis Organik, Penerjemah : Marcellino Rudyanto, Airlangga University Press, Surabaya.
Senin, 03 Oktober 2011
Selasa, 27 September 2011
Menjadi Pribadi Luar Biasa Tak Perlu Sama
“Akhwat kok ngebut?!” begitulah komentar seorang ikhwan, saat melihat seorang perempuan berkerudung lebar melintas dengan cepat, mendahului laju motornya.
Ada juga yang berkomentar, “Kok yang jadi pembicara akhwat ya? Pesertanya kan ada ikhwan juga ….” sela seorang peserta training kepemimpinan ketika mendapati situasi yang berbeda dari yang biasa dialaminya.
Sempat pula kudengar seorang adik tingkat berkata, “Mbak, si A itu kok kalem banget sih… kan jadi terlihat lemah gitu di hadapan ikhwan…” Dan komentar lainnya. Bingung mendengar komentar-komentar itu?
Mungkin saja kita jadi bingung bila mendengar komentar-komentar seperti itu. Ya, suatu sudut pandang yang berbeda dalam menilai sesuatu. Apalagi jika bersangkutan dengan yang namanya “akhwat”. Wanita yang berusaha menjalankan aturan sesuai syariat, tak jarang mendapat komentar dari kanan-kirinya.
Bagi sebagian besar orang, yang namanya akhwat itu harus identik dengan sifat lembut, kalem, tidak bicara kasar, menjaga sopan santun, dan lain sebagainya. Kalau mengenai ikhwan … ya, seorang yang identik dengan sifat tegas, pandai orasi, berwibawa, dan lain-lain. Pantas saja kalau sebagian orang terheran-heran ketika ada seorang akhwat yang punya sifat “nyentrik“, dan menjadi kaget melihat ikhwan yang punya sifat lemah lembut.
Ingatkah kita kisah teladan dari Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka adalah sosok yang mengagumkan. Bahkan 10 di antaranya dijamin masuk surga. Ada juga empat pemimpin kaum Hawa di Jannah-Nya kelak, mereka berasal dari negeri yang berbeda-beda, dengan adat/kebiasaan yang berbeda, dengan sifat yang berbeda pula.
Rasulullah SAW adalah seorang yang paling lembut terhadap istri dan anak-anaknya, sangat sopan terhadap para sahabat/shahabiyahnya. Bahkan pada seorang kafir buta yang sudah tua. Setiap hari beliau menyuapi orang kafir yang buta ini, sampai beliau wafat. Saat Abu Bakar menggantikannya untuk menyuapi orang buta itu, ia bisa dengan mudah membedakannya. Tapi, Rasulullah SAW adalah orang pertama yang “tidak terima” saat kaum kafir memusuhi Islam. Sikapnya begitu tegas dan keras saat musuh-musuh Islam itu merajalela.
Ingatkah engkau dengan sosok Abu Bakar? Sosok ikhwan yang sangat menjaga kesopanan, lemah lembut terhadap sesamanya. Dari segi fisik, beliau adalah seorang yang bertubuh kurus, sampai celananya pun sering kedodoran. Walau beliau banyak harta, tapi tak menghalanginya untuk menjauhkan lambung dari tempat tidurnya.
Beda lagi dengan Umar bin Khathab. Secara fisik, sosoknya tinggi besar, kekar, dan besar. Sifatnya sangat tegas. Tapi tak jarang beliau ditemukan dalam keadaan menangis tersedu dalam shalat, bahkan sampai pingsan. Sosok yang selalu ingin bersaing dengan Abu Bakar ini, tak jenuh menanyakan pada Rasulullah SAW tentang apa-apa yang bisa membuatnya lebih dekat dengan Allah SWT.
Utsman bin Affan, seorang ikhwan hartawan yang sangat pemalu, bahkan malaikat pun malu pada beliau. Tak enggan memberikan harta di jalan Allah, itulah karakteristiknya.
Lain lagi dengan Ali bin Abi Thalib. Beliau seorang pemuda yang sangat bersahaja. Pemuda pertama yang memeluk agama Islam. Pemuda yang sangat menjaga hati terhadap lawan jenisnya, sampai Allah ‘menghadiahkan’ sosok lembut Fatimah binti Muhammad sebagai pendamping hidupnya. Walau keduanya sudah “ada rasa” sebelumnya, tapi mereka berusaha untuk tidak mengekspresikan sebelum saatnya tiba. Subhanallah ….
Ummahatul Mukminin, para wanita yang mendapat kehormatan mendampingi Rasulullah SAW, wanita dengan karakter luar biasa. Mereka semua memiliki karakter berbeda-beda dan memiliki keunggulannya masing-masing. Semua punya keunggulan amal, punya akhlaq mulia yang luar biasa.
Siti Khadijah, sosok keibuan yang tiada bandingnya di hati Rasulullah SAW. Bahkan Rasul-pun sering menyebut namanya walau beliau sudah tiada hingga Aisyah cemburu dibuatnya. Khadijah adalah sosok penuh pesona, walaupun beliau seorang janda, seorang hartawan dan bangsawan, tapi tak membuatnya bimbang untuk menyerahkannya demi ke-muntijah-an Islam.
Aisyah binti Abu Bakar adalah sosok wanita dengan kedalaman ilmu yang sangat luar biasa. Bahkan seorang sahabat berkata, “Kalau ilmu Aisyah ditukar dengan ilmu para wanita di dunia, niscaya tidak sebanding dengannya. Hafalan haditsnya tidak perlu diragukan, kepandaiannya dalam ilmu kedokteran dan sastra, tidak perlu disangkal.
Hafshah binti Umar adalah seorang pemelihara al-Quran. Ummu Salamah adalah istri Rasulullah SAW yang pertama masuk Madinah. Ummu Habibah adalah mukminah yang amat setia terhadap agamanya. Juwairiyah binti Al-Harist adalah wanita pembawa berkah besar bagi kaumnya.
Para shohabiyah-pun tak perlu diragukan lagi. Asma’ binti Abu Bakar ialah Sang pemilik dua ikat pinggang. Ummu Khultsum binti Ali ialah bidan muslimah pertama. Sumayyah binti Khayyath ialah Syahidah pertama dalam Islam. Ummu ‘Umarah ialah prajurit mukminah.
Dan masih banyak lagi…
Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan kita? Silakan memilih teladan yang paling dikagumi, karakter yang paling sesuai diterapkan dengan diri pribadi. Jangan sampai tidak memilih sama sekali, begitu sindiran seorang ustadz.
Kawan, sekali lagi, mencontoh bukan berarti harus sama, kita tetap bisa menjadi diri sendiri, tinggal mengoptimalkan untuk berjuang meraih ridha-Nya. Sungguh, masing-masing dari kita pasti memiliki kecenderungan yang berbeda, punya sifat yang tidak sama, punya amal unggulan yang berbeda, asalkan tidak melanggar syariat-Nya.
Malu rasanya diri ini mengingat pribadi-pribadi yang luar biasa, yang saya sebutkan di atas. Ada teman yang sangat mendahulukan shalat di awal waktu dengan berjamaah, ada yang senang membangunkan teman kos untuk shalat malam, mengirim SMS taushiyah berkesinambungan, puasa senin-kamis yang selalu dilaksanakan, hafalan Quran yang sungguh mengagumkan, karakter yang sangat pandai menyemangati para stafnya, sosok tak kenal lelah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, shalat Dhuha yang tak pernah ditinggalkannya.
Ada akhwat yang sangat sopan dalam berkata-kata, ada pula yang dengan semangat mengutarakan ide gagasannya. Ada ikhwan yang sangat tegas walau dalam keadaan bercanda, ada pula yang sangat sopan dan menjaga tata krama.
Semua karakter itu, semua sifat itu, adalah anugerah dari Allah untuk kita. Seorang yang pandai berorasi, sangat tepat ditempatkan di barisan terdepan saat aksi. Seorang yang pandai dalam entrepreneur, sangat diperlukan dalam menyokong dana. Seorang konseptor, sangat diperlukan untuk menyumbangkan ide dan gagasannya demi kegiatan yang tepat sasaran.
Seorang yang ahli dalam kerja-kerja teknis, sangat diperlukan untuk merealisasikan konsep yang cemerlang. Seorang yang ‘pelit’, sangat cocok ditempatkan pada posisi bendahara. Seorang yang senang shopping dan wisata kuliner, pasti tepat ditempatkan di bagian konsumsi. Seorang yang hobi berpetualang, akan cocok untuk menentukan tempat yang tepat untuk sebuah kegiatan. Bahkan, seorang yang suka kebut-kebutan, akan sangat diperlukan untuk menjemput pembicara.
Dari sisi kelemahan, selalu ada sisi kebaikan. Maka, dalam barisan kebaikan ini, tiada yang sia-sia. Allah Swt. menciptakan semua perbedaan itu agar kita saling menguatkan. Bukankah sebuah taman akan tampak lebih indah dengan bunga-bunga dan kupu-kupu yang berbeda-beda warnanya?
So… menjadi diri dengan segala kekurangan, menjadi diri atas kelebihan. Kita hanyalah insan yang tidak sempurna dalam ketidaksempurnaan kita sebagai hamba adalah nikmat yang sudah seharusnya untuk kita syukuri… ^_^
Oleh: Shita Ismaida
Dakwatuna.com
Ada juga yang berkomentar, “Kok yang jadi pembicara akhwat ya? Pesertanya kan ada ikhwan juga ….” sela seorang peserta training kepemimpinan ketika mendapati situasi yang berbeda dari yang biasa dialaminya.
Sempat pula kudengar seorang adik tingkat berkata, “Mbak, si A itu kok kalem banget sih… kan jadi terlihat lemah gitu di hadapan ikhwan…” Dan komentar lainnya. Bingung mendengar komentar-komentar itu?
Mungkin saja kita jadi bingung bila mendengar komentar-komentar seperti itu. Ya, suatu sudut pandang yang berbeda dalam menilai sesuatu. Apalagi jika bersangkutan dengan yang namanya “akhwat”. Wanita yang berusaha menjalankan aturan sesuai syariat, tak jarang mendapat komentar dari kanan-kirinya.
Bagi sebagian besar orang, yang namanya akhwat itu harus identik dengan sifat lembut, kalem, tidak bicara kasar, menjaga sopan santun, dan lain sebagainya. Kalau mengenai ikhwan … ya, seorang yang identik dengan sifat tegas, pandai orasi, berwibawa, dan lain-lain. Pantas saja kalau sebagian orang terheran-heran ketika ada seorang akhwat yang punya sifat “nyentrik“, dan menjadi kaget melihat ikhwan yang punya sifat lemah lembut.
Ingatkah kita kisah teladan dari Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka adalah sosok yang mengagumkan. Bahkan 10 di antaranya dijamin masuk surga. Ada juga empat pemimpin kaum Hawa di Jannah-Nya kelak, mereka berasal dari negeri yang berbeda-beda, dengan adat/kebiasaan yang berbeda, dengan sifat yang berbeda pula.
Rasulullah SAW adalah seorang yang paling lembut terhadap istri dan anak-anaknya, sangat sopan terhadap para sahabat/shahabiyahnya. Bahkan pada seorang kafir buta yang sudah tua. Setiap hari beliau menyuapi orang kafir yang buta ini, sampai beliau wafat. Saat Abu Bakar menggantikannya untuk menyuapi orang buta itu, ia bisa dengan mudah membedakannya. Tapi, Rasulullah SAW adalah orang pertama yang “tidak terima” saat kaum kafir memusuhi Islam. Sikapnya begitu tegas dan keras saat musuh-musuh Islam itu merajalela.
Ingatkah engkau dengan sosok Abu Bakar? Sosok ikhwan yang sangat menjaga kesopanan, lemah lembut terhadap sesamanya. Dari segi fisik, beliau adalah seorang yang bertubuh kurus, sampai celananya pun sering kedodoran. Walau beliau banyak harta, tapi tak menghalanginya untuk menjauhkan lambung dari tempat tidurnya.
Beda lagi dengan Umar bin Khathab. Secara fisik, sosoknya tinggi besar, kekar, dan besar. Sifatnya sangat tegas. Tapi tak jarang beliau ditemukan dalam keadaan menangis tersedu dalam shalat, bahkan sampai pingsan. Sosok yang selalu ingin bersaing dengan Abu Bakar ini, tak jenuh menanyakan pada Rasulullah SAW tentang apa-apa yang bisa membuatnya lebih dekat dengan Allah SWT.
Utsman bin Affan, seorang ikhwan hartawan yang sangat pemalu, bahkan malaikat pun malu pada beliau. Tak enggan memberikan harta di jalan Allah, itulah karakteristiknya.
Lain lagi dengan Ali bin Abi Thalib. Beliau seorang pemuda yang sangat bersahaja. Pemuda pertama yang memeluk agama Islam. Pemuda yang sangat menjaga hati terhadap lawan jenisnya, sampai Allah ‘menghadiahkan’ sosok lembut Fatimah binti Muhammad sebagai pendamping hidupnya. Walau keduanya sudah “ada rasa” sebelumnya, tapi mereka berusaha untuk tidak mengekspresikan sebelum saatnya tiba. Subhanallah ….
Ummahatul Mukminin, para wanita yang mendapat kehormatan mendampingi Rasulullah SAW, wanita dengan karakter luar biasa. Mereka semua memiliki karakter berbeda-beda dan memiliki keunggulannya masing-masing. Semua punya keunggulan amal, punya akhlaq mulia yang luar biasa.
Siti Khadijah, sosok keibuan yang tiada bandingnya di hati Rasulullah SAW. Bahkan Rasul-pun sering menyebut namanya walau beliau sudah tiada hingga Aisyah cemburu dibuatnya. Khadijah adalah sosok penuh pesona, walaupun beliau seorang janda, seorang hartawan dan bangsawan, tapi tak membuatnya bimbang untuk menyerahkannya demi ke-muntijah-an Islam.
Aisyah binti Abu Bakar adalah sosok wanita dengan kedalaman ilmu yang sangat luar biasa. Bahkan seorang sahabat berkata, “Kalau ilmu Aisyah ditukar dengan ilmu para wanita di dunia, niscaya tidak sebanding dengannya. Hafalan haditsnya tidak perlu diragukan, kepandaiannya dalam ilmu kedokteran dan sastra, tidak perlu disangkal.
Hafshah binti Umar adalah seorang pemelihara al-Quran. Ummu Salamah adalah istri Rasulullah SAW yang pertama masuk Madinah. Ummu Habibah adalah mukminah yang amat setia terhadap agamanya. Juwairiyah binti Al-Harist adalah wanita pembawa berkah besar bagi kaumnya.
Para shohabiyah-pun tak perlu diragukan lagi. Asma’ binti Abu Bakar ialah Sang pemilik dua ikat pinggang. Ummu Khultsum binti Ali ialah bidan muslimah pertama. Sumayyah binti Khayyath ialah Syahidah pertama dalam Islam. Ummu ‘Umarah ialah prajurit mukminah.
Dan masih banyak lagi…
Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan kita? Silakan memilih teladan yang paling dikagumi, karakter yang paling sesuai diterapkan dengan diri pribadi. Jangan sampai tidak memilih sama sekali, begitu sindiran seorang ustadz.
Kawan, sekali lagi, mencontoh bukan berarti harus sama, kita tetap bisa menjadi diri sendiri, tinggal mengoptimalkan untuk berjuang meraih ridha-Nya. Sungguh, masing-masing dari kita pasti memiliki kecenderungan yang berbeda, punya sifat yang tidak sama, punya amal unggulan yang berbeda, asalkan tidak melanggar syariat-Nya.
Malu rasanya diri ini mengingat pribadi-pribadi yang luar biasa, yang saya sebutkan di atas. Ada teman yang sangat mendahulukan shalat di awal waktu dengan berjamaah, ada yang senang membangunkan teman kos untuk shalat malam, mengirim SMS taushiyah berkesinambungan, puasa senin-kamis yang selalu dilaksanakan, hafalan Quran yang sungguh mengagumkan, karakter yang sangat pandai menyemangati para stafnya, sosok tak kenal lelah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, shalat Dhuha yang tak pernah ditinggalkannya.
Ada akhwat yang sangat sopan dalam berkata-kata, ada pula yang dengan semangat mengutarakan ide gagasannya. Ada ikhwan yang sangat tegas walau dalam keadaan bercanda, ada pula yang sangat sopan dan menjaga tata krama.
Semua karakter itu, semua sifat itu, adalah anugerah dari Allah untuk kita. Seorang yang pandai berorasi, sangat tepat ditempatkan di barisan terdepan saat aksi. Seorang yang pandai dalam entrepreneur, sangat diperlukan dalam menyokong dana. Seorang konseptor, sangat diperlukan untuk menyumbangkan ide dan gagasannya demi kegiatan yang tepat sasaran.
Seorang yang ahli dalam kerja-kerja teknis, sangat diperlukan untuk merealisasikan konsep yang cemerlang. Seorang yang ‘pelit’, sangat cocok ditempatkan pada posisi bendahara. Seorang yang senang shopping dan wisata kuliner, pasti tepat ditempatkan di bagian konsumsi. Seorang yang hobi berpetualang, akan cocok untuk menentukan tempat yang tepat untuk sebuah kegiatan. Bahkan, seorang yang suka kebut-kebutan, akan sangat diperlukan untuk menjemput pembicara.
Dari sisi kelemahan, selalu ada sisi kebaikan. Maka, dalam barisan kebaikan ini, tiada yang sia-sia. Allah Swt. menciptakan semua perbedaan itu agar kita saling menguatkan. Bukankah sebuah taman akan tampak lebih indah dengan bunga-bunga dan kupu-kupu yang berbeda-beda warnanya?
So… menjadi diri dengan segala kekurangan, menjadi diri atas kelebihan. Kita hanyalah insan yang tidak sempurna dalam ketidaksempurnaan kita sebagai hamba adalah nikmat yang sudah seharusnya untuk kita syukuri… ^_^
Oleh: Shita Ismaida
Dakwatuna.com
Seorang Bijak Ditanya...
سُـئِــل حَـكِـيْـــمٌ
Seorang bijak ditanya:
سُئِلَ حَكِيْمٌ : مَنْ أَسْوَأُ النَّاسِ حَالاً؟
1. Siapakah manusia yang kondisinya paling buruk?
قَالَ : مَنْ قَوِيَتْ شَهْوَتُهُ .. وَبَعُدَتْ هِمَّتُهُ.. وَقَصُرَتْ حَيَاتُهُ .. وَضَاقَتْ بَصِيْرَتُهُ
Ia menjawab: Seseorang yang kuat syahwatnya, jauh cita-citanya, pendek hidupnya dan sempit bashirah-nya (mata hatinya)
سُئِلَ حَكِيْمٌ : بِمَ يَنْتَقِمُ اْلإِنْسَانُ مِنْ عَدُوِّهِ…..؟
2. Dengan apa seorang manusia membalas dendam kepada musuhnya?
فَقَالَ : بِإِصْلاَحِ نَفْسِهِ
Ia menjawab: dengan memperbaiki dirinya
سُئِلَ حَكِيْمٌ : مَا السَّخَاءُ …… ؟
3. Apa itu sifat derman?
فَقَالَ : أَنْ تَكُوْنَ بِمَالِكَ مُتَبَرِّعاً، وَمِنْ مَالِ غَيْرِكَ مُتَوَرِّعاً
Ia menjawab: Hendaklah engkau menyumbangkan hartamu dan wara’ dari harta yang bukan milikmu
سُئِلَ حَكِيْمٌ : كَيْفَ أَعْرِفُ صَدِيْقِيْ اَلْمُخْلِصَ …..؟
4. Bagaimana aku tahu mana teman yang tulus ikhlas?
فَقَالَ : اِمْنَعْهُ .. وَاطْلُبْهُ..فَإِنْ أَعْطَاكَ ..فَذَاكَ هُوَ ,..وَإِنْ مَنَعَكَ..فَاللهُ الْمُسْتَعَانُ!
Ia menjawab: Kalau dia memintamu, jangan dikasih, dan mintalah sesuatu darinya, jika ia tetap memberi, itulah dia teman sejati, dan jika ia tidak memberinya, maka, cukuplah Allah sebagai tempat meminta pertolongan
قِيْلَ لِحَكِيْمٍ :مَاذَا تَشْتَهِيْ …..؟
5. Apa yang menjadi kesenanganmu?
فَقَالَ : عَافِيَةَ يَوْمٍ !
Ia menjawab, sehari saja saya selamat dan aman!
فَقِيْلَ لَهُ : أَلَسْتَ فِي الْعَافِيَةِ سَائِرَ اْلأَيَّامِ …؟
Maka ditanyakan kepadanya: Bukannya sepanjang hari engkau selamat dan aman?
فَقَالَ : اَلْعَافِيَةُ أَنْ يَمُرَّ يَوْمٌ بِلاَ.. ذَنْبٍ.
Ia menjawab: Yang dimaksud dengan ‘selamat dan aman’ adalah ada satu hari berlalu dan engkau tidak berbuat dosa pada hari itu
قَالَ حَكِيْمٌ : اَلرِّجَالُ أَرْبَعَةٌ : جَوَّادٌ وَبَخِيْلٌ وَمُسْرِفٌ وَمُقْتَصِدٌ
6. Seorang bijak berkata: Manusia ada empat; dermawan, pelit, berlebihan dan ekonomis
فَالْجَوَّادُ : مَنْ أَعْطَى نَصِيْبَ دُنْيَاهُ لِنَصِيْبِهِ مِنْ آخِرَتِهِ.
Dermawan yaitu seseorang yang memberikan jatah dunianya untuk akhiratnya
وَالْبَخِيْلُ : هُوَ..اَلَّذِيْ لاَ يُعْطِيْ وَاحِداً مِنْهُمَا نَصِيْبَهُ.
Seorang pelit yaitu seseorang yang tidak memberikan jatahnya, baik untuk dunia maupun untuk akhirat
وَالْمُسْرِفُ : هُوَ الَّذِيْ يَجْمَعُهُمَا لِدُنْيَاهُ.
Seorang musrif (yang berlebihan) adalah seseorang yang menggabungkan seluruh jatahnya untuk urusan dunia
وَالْمُقْتَصِدُ: هُوَ الَّذِيْ يُعْطِيْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا نَصِيْبَهُ
Seorang yang muqtashid (ekonomis) adalah seseorang yang memberikan kepada masing-masing jatahnya; dunia untuk dunia dan akhirat untuk akhirar
قَالَ حَكِيْمٌ : أَرْبَعَةٌ حَسَنٌ، وَلَكِنْ أَرْبَعَةٌ أَحْسَنُ !
7. Seorang bijak berkata: ada empat hal baik, namun, ada empat hal lebih baik;
اَلْحَيَاءُ مِنَ الرِّجَالِ..حَسَنٌ، وَلَكِنَّهُ مِنَ النِّسَاءِ..أَحْسَنُ .
a. Sifat malu dari kaum lelaki adalah baik, namun, sifat malu yang dimiliki kaum perempuan lebih baik
وَالْعَدْلُ مِنْ كُلِّ إِنْسَانٍ..حَسَنٌ، وَلَكِنَّهُ مِنَ الْقُضَاةِ وَاْلأُمَرَاءِ..أَحْسَنُ.
b. Keadilan dari semua manusia adalah baik, namun, keadilan dari para hakim dan pemimpin adalah lebih baik
وَالتَّوْبَةُ مِنَ الشَّيْخِ ..حَسَنٌ، وَلَكِنَّهَا مِنَ الشَّبَابِ..أَحْسَنُ .
c. Taubat dari seseorang yang sudah tua adalah baik, namun, taubat dari seorang muda lebih baik
وَالْجُوْدُ مِنَ اْلأَغْنِيَاءِ..حَسَنٌ.. وَلَكِنَّهُ مِنَ الْفُقُرَاءِ..أَحْسَنُ .
d. Derman bagi orang kaya adalah baik, namun, derma dari kaum fakir adalah ahsan
قَالَ حَكِيْمٌ : إِذَا سَأَلْتَ كَرِيْماً …. فَدَعْهُ يُفَكِّرُ….فَإِنَّهُ لاَ يُفَكِّرُ إِلاَّ فِيْ خَيْرٍ.
8. Jika engkau bertanya kepada seorang mulia, maka biarkannya ia berfikir, sebab ia tidak berfikir kecuali yang terbaik
وَإِذَا سَأَلْتَ لَئِيْماً.. فَعَجِّلْهُ.. لِئَلاَّ يُشِيْرَ عَلَيْهِ طَبْعُهُ ..أَنْ لاَ يَفْعَلَ !
Dan jika engkau bertanya kepada seorang yang buruk (tercela), maka segerakan, agar wataknya tidak memberi isyarat kepadanya untuk berkata: “Jangan lakukan”!
قِيْلَ لِحَكِيْمٍ : اَلأَغْنِيَاءُ أَفْضَلُ أَمِ الْعُلَمَاءِ … ؟
9. Manakah yang lebih afdhal; ulama atau orang kaya?
فَقَالَ : اَلْعُلَمَاءُ أَفْضَلُ .
Ia menjawab: Ulama lebih baik
فَقِيْلَ لَهُ : فَمَا بَالُ الْعُلَمَاءِ يَأْتُوْنَ أَبْوَابَ اْلأَغْنِيَاءِ . وَلاَ نَرَى اْلأَغْنِيَاءَ يَأْتُوْنَ أَبْوَابَ الْعُلَمَاءِ..؟
Ditanyakan kepadanya: Lalu kenapa para ulama mendatagi pintu-pintu orang kaya?! Dan kami tidak melihat orang-orang kaya mendatangi pintu-pintu para ulama?!
فَقَالَ : لِأَنَّ الْعُلَمَاءَ عَرَفُوْا فَضْلَ الْمَالِ ، وَاْلأَغْنِيَاءُ لَمْ يَعْرِفُوْا فَضْلَ الْعِلْمِ!
Ia menjawab: Sebab para ulama mengetahui keutamaan harta, sementara orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan ilmu
قَالَ حَكِيْمٌ : اَلنَّاسُ فِي الْخَيْرِ أَرْبَعَةٌ : فَمِنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُهُ .. اِبْتِدَاءً، وَمِنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُهُ … اِقْتِدَاءً .
9. Dalam hal kebajikan, manusia ada empat macam; ada yang memulai, ada yang melakukannya dalam rangka berqudwah
وَمِنْهُمْ مَنْ يَتْرُكُهُ .. حِرْمَاناً ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَتْرُكُهُ .. اِسْتِحْسَاناً .
Dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena tidak ada kesempatan dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena memandangnya sebagai sesuatu yang terbaik
فَمَنْ يَفْعَلُهُ اِبْتِدَاءً …….. كَرِيْمٌ!
a. Adapun yang melakukannya dalam rangka memulai, maka ia adalah seorang yang mulia
وَمَنْ يَفْعَلُهُ اِقْتِدَاءً ……. حَكِيْمٌ !
b. Ada pula yang melakukannya karena mencontoh dan berteladan, maka ia adalah seorang yang bijaksana
وَمَنْ يَتْرُكُهُ اِسْتِحْسَاناً …… غَبِيٌّ!
c. Ada juga yang meninggalkannya karena menganggap baik, maka ia adalah seorang bodoh
وَمَنْ يَتْرُكُهُ حِرْمَاناً …….. شَقِيٌّ !
d. Dan ada pula yang meninggalkannya karena tidak mendapatkan kesempatan, maka ia adalah seseorang yang celaka.
Oleh: Musyafa Ahmad Rahim, Lc
Dakwatuna.com
Misteri Jodoh: Penantian Puluhan Tahun Seorang Gadis
Shalat Jum’at baru saja usai ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam masjid bersama beberapa
bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu pengajian.
“Gimana kabarnya Pak?” sapa Pak Daud.
“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?” balas Pak Yunus.
“Alhamdulillah.. (terdiam sebentar). Ngomong-ngomong, masih sendirian aja nih Pak?” Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.
Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.
Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.
Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk Pak Daud.
***
1 Syawal 1430 H
“Hei, saudara-saudara, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud, tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud.
Spontan, saudara-saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud.
“Bener Sya?”
“Bener ka Tasya?”
Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata: “Itu hanya rencana pribadi. Belum tau rencana ALLAH nantinya..”
Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang kepala 5.
Tasya menangkap semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante Yeni. Tasya sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan: keponakannya sudah merencanakan akan menikah, sementara dirinya?? Mungkin hal itulah yang ada di pikiran tante Yeni, pikir Tasya.
Tante Yeni memang belum menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah saatnya mempunyai anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini.
Apakah karena masalah kecantikan? Ooohh, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik dengan kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh, jangan salah, tante Yeni adalah wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya? Ooohh, tentu saja tante Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting tetap berpenghasilan. Apakah karena keturunannya? Ooohh, tante Yeni adalah keturunan terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas, apa yang membuatnya hingga saat ini belum juga menikah??
Ya, itulah misteri jodoh. Kita tak ‘kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti, berusaha, berdoa dan terus memperbaiki diri.
***
Seperti Jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai shalat Jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri Pak Daud yang sedang berada di pojok masjid.
“Assalamu’alaikum, Pak..” sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud.
“Wa’alaikumusalam..” jawab Pak Daud hangat.
Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni.
Pak Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini kepada adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang tentunya sangat dinantikan tante Yeni.
Pertemuan pertama pun sudah diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus untuk berkunjung ke rumah orangtua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan kedua belah pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak Yunus. Akhirnya khitbah pun dilangsungkan.
***
Keluarga besar Pak Daud telah berkumpul sejak pagi di rumah orangtua Pak Daud. Hari ini akan ada pertemuan dua keluarga: keluarga Pak Yunus dan keluarga tante Yeni.
Di sela-sela persiapan khitbah, Tasya menemani tante Yeni di kamarnya dan bermaksud mendapatkan cerita yang menarik dari proses ini. Proses menuju pernikahan seorang gadis berumur 40-an dengan duda berumur 60-an, sungguh kisah yang unik.
“Gimana tante perasaannya?” tanya Tasya to the point.
“Yaaaa, gak nyangka aja. Padahal kamu yang udah ngerencanain nikah, sedangkan tante gak punya rencana apa-apa. Tapi ternyata sekarang tante mau dilamar..”, jawab tante Yeni sumringah.
“Ya, gitu deh kalo udah rencana ALLAH. Aku juga itu baru rencana pribadi. Gak tau deh ke depannya gimana. Mungkin bisa dipercepat atau diperlambat sama ALLAH dari rencanaku” Tasya semakin bijak dalam kata-kata.
“Iya, padahal kan tante udah hampir 50 umurnya. Tapi ternyata emang baru saat ini ALLAH memberikan jodoh itu. Nggak tau kenapa pas sama Pak Yunus, terasa dimudahin banget prosesnya, cuma 4 kali ketemuan. Pas ketemuan 2 kali, dia sms kalo mantap dengan pilihannya. Pas ketemu sama anak-anaknya, tante juga gak merasa takut, biasa aja. Ya, tante mah berdoa aja sama ALLAH, jika memang ini yang terbaik maka dekatkanlah dan mudahkanlah, dan jika memang bukan terbaik untukku, maka jauhkanlah dengan baik-baik. Alhamdulillah, proses itu dimudahkan dan hati tante pun mantap”, cerita panjang tante Yeni begitu membuat Tasya terperangah.
“Semoga lancar ya Tan, ke depannya..” Tasya menguatkan tante Yeni, sambil bersiap menuju ruang keluarga karena sudah banyak yang menunggu.
***
Setelah khitbah, hari itu juga keluarga besar tante Yeni pun berkumpul untuk membicarakan resepsi pernikahan yang sungguh unik ini. Mulai dari membuat undangan, kepanitiaan sampai pembagian tugas. Ya, resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan tak jauh beda dengan resepsi pernikahan pasangan muda pada umumnya.
***
Akad nikah yang dilangsungkan beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha begitu khidmat. Undangan para anak yatim piatu turut merasakan kebahagiaan kedua mempelai pada resepsi pernikahan. Dan kini, doa tante Yeni terkabul sudah; menutup masa lajangnya.
***
Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata tanteku. Ya, dalam masa penantian menemukan jodohnya, tak sepatah katapun kudengar dari bibirnya menyalahkan takdir, menyalahkan ALLAH yang seolah tak berpihak padanya. Dalam masa penantian itu, dia sibukkan dirinya dengan ibadah kepada ALLAH dan kegiatan social di lingkungannya. Hingga akhirnya, selama penantian bertahun-tahun, puluhan tahun lamanya, teruji sudah kesabarannya, dan ia pun mendapatkan jodoh yang insya ALLAH terbaik menurut ALLAH.
Itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan jodoh itu datang. Manusia hanya bisa berencana. Namun, ALLAH-lah yang berkehendak atas semuanya. Bisa saja jodoh kita datang menjadi lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari rencana kita sebelumnya.
Kita pun tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Entah itu dengan orang yang sudah dekat dengan kita maupun orang jauh sekalipun yang tak pernah saling bertemu. Atau bahkan kita tak dipertemukan dengan jodoh kita di dunia ini, tapi di surga-NYA nanti. Allahu Akbar!
Saudaraku, yakinlah bahwa ALLAH telah menyiapkan scenario terbaik untuk kita dalam masalah jodoh. Tak perlu khawatir. Karena ALLAH telah berkata dalam Q.S An-Nahl ayat 72:
“Dan Allah telah menjadikan pasangan-pasangan kamu sekalian dari jenismu sendiri, lalu menjadikan anak-anak dan cucu bagi kamu dari jodoh-jodohmu.”
Saudaraku, jangan pernah terbesit sedikit pun bahwa ALLAH tak adil karena sampai saat ini jodoh belum juga menghampiri. Coba introspeksi diri. Gunakan masa penantian jodoh ini dengan terus berikhtiar, berdoa dan terus sibuk memperbaiki diri. Bukankah kita menginginkan jodoh yang baik? Seperti yang dijanjikan-NYA dalam Q.S An-Nuur ayat 26:
“Wanita – wanita yang keji adalah untuk laki – laki yang keji dan laki – laki yang keji adalah untuk wanita yang keji. Dan wanita – wanita yang baik adalah untuk laki – laki yang baik, dan laki – laki yang baik adalah untuk wanita – wanita yang baik (pula).”
Teruntuk tanteku:
“Barakallahu Laka Wa Baraka ‘Alaika Wa Jama’a Bainakuma Fi Khair”
bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu pengajian.
“Gimana kabarnya Pak?” sapa Pak Daud.
“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?” balas Pak Yunus.
“Alhamdulillah.. (terdiam sebentar). Ngomong-ngomong, masih sendirian aja nih Pak?” Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.
Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.
Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.
Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk Pak Daud.
***
1 Syawal 1430 H
“Hei, saudara-saudara, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud, tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud.
Spontan, saudara-saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud.
“Bener Sya?”
“Bener ka Tasya?”
Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata: “Itu hanya rencana pribadi. Belum tau rencana ALLAH nantinya..”
Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang kepala 5.
Tasya menangkap semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante Yeni. Tasya sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan: keponakannya sudah merencanakan akan menikah, sementara dirinya?? Mungkin hal itulah yang ada di pikiran tante Yeni, pikir Tasya.
Tante Yeni memang belum menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah saatnya mempunyai anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini.
Apakah karena masalah kecantikan? Ooohh, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik dengan kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh, jangan salah, tante Yeni adalah wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya? Ooohh, tentu saja tante Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting tetap berpenghasilan. Apakah karena keturunannya? Ooohh, tante Yeni adalah keturunan terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas, apa yang membuatnya hingga saat ini belum juga menikah??
Ya, itulah misteri jodoh. Kita tak ‘kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti, berusaha, berdoa dan terus memperbaiki diri.
***
Seperti Jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai shalat Jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri Pak Daud yang sedang berada di pojok masjid.
“Assalamu’alaikum, Pak..” sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud.
“Wa’alaikumusalam..” jawab Pak Daud hangat.
Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni.
Pak Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini kepada adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang tentunya sangat dinantikan tante Yeni.
Pertemuan pertama pun sudah diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus untuk berkunjung ke rumah orangtua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan kedua belah pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak Yunus. Akhirnya khitbah pun dilangsungkan.
***
Keluarga besar Pak Daud telah berkumpul sejak pagi di rumah orangtua Pak Daud. Hari ini akan ada pertemuan dua keluarga: keluarga Pak Yunus dan keluarga tante Yeni.
Di sela-sela persiapan khitbah, Tasya menemani tante Yeni di kamarnya dan bermaksud mendapatkan cerita yang menarik dari proses ini. Proses menuju pernikahan seorang gadis berumur 40-an dengan duda berumur 60-an, sungguh kisah yang unik.
“Gimana tante perasaannya?” tanya Tasya to the point.
“Yaaaa, gak nyangka aja. Padahal kamu yang udah ngerencanain nikah, sedangkan tante gak punya rencana apa-apa. Tapi ternyata sekarang tante mau dilamar..”, jawab tante Yeni sumringah.
“Ya, gitu deh kalo udah rencana ALLAH. Aku juga itu baru rencana pribadi. Gak tau deh ke depannya gimana. Mungkin bisa dipercepat atau diperlambat sama ALLAH dari rencanaku” Tasya semakin bijak dalam kata-kata.
“Iya, padahal kan tante udah hampir 50 umurnya. Tapi ternyata emang baru saat ini ALLAH memberikan jodoh itu. Nggak tau kenapa pas sama Pak Yunus, terasa dimudahin banget prosesnya, cuma 4 kali ketemuan. Pas ketemuan 2 kali, dia sms kalo mantap dengan pilihannya. Pas ketemu sama anak-anaknya, tante juga gak merasa takut, biasa aja. Ya, tante mah berdoa aja sama ALLAH, jika memang ini yang terbaik maka dekatkanlah dan mudahkanlah, dan jika memang bukan terbaik untukku, maka jauhkanlah dengan baik-baik. Alhamdulillah, proses itu dimudahkan dan hati tante pun mantap”, cerita panjang tante Yeni begitu membuat Tasya terperangah.
“Semoga lancar ya Tan, ke depannya..” Tasya menguatkan tante Yeni, sambil bersiap menuju ruang keluarga karena sudah banyak yang menunggu.
***
Setelah khitbah, hari itu juga keluarga besar tante Yeni pun berkumpul untuk membicarakan resepsi pernikahan yang sungguh unik ini. Mulai dari membuat undangan, kepanitiaan sampai pembagian tugas. Ya, resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan tak jauh beda dengan resepsi pernikahan pasangan muda pada umumnya.
***
Akad nikah yang dilangsungkan beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha begitu khidmat. Undangan para anak yatim piatu turut merasakan kebahagiaan kedua mempelai pada resepsi pernikahan. Dan kini, doa tante Yeni terkabul sudah; menutup masa lajangnya.
***
Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata tanteku. Ya, dalam masa penantian menemukan jodohnya, tak sepatah katapun kudengar dari bibirnya menyalahkan takdir, menyalahkan ALLAH yang seolah tak berpihak padanya. Dalam masa penantian itu, dia sibukkan dirinya dengan ibadah kepada ALLAH dan kegiatan social di lingkungannya. Hingga akhirnya, selama penantian bertahun-tahun, puluhan tahun lamanya, teruji sudah kesabarannya, dan ia pun mendapatkan jodoh yang insya ALLAH terbaik menurut ALLAH.
Itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan jodoh itu datang. Manusia hanya bisa berencana. Namun, ALLAH-lah yang berkehendak atas semuanya. Bisa saja jodoh kita datang menjadi lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari rencana kita sebelumnya.
Kita pun tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Entah itu dengan orang yang sudah dekat dengan kita maupun orang jauh sekalipun yang tak pernah saling bertemu. Atau bahkan kita tak dipertemukan dengan jodoh kita di dunia ini, tapi di surga-NYA nanti. Allahu Akbar!
Saudaraku, yakinlah bahwa ALLAH telah menyiapkan scenario terbaik untuk kita dalam masalah jodoh. Tak perlu khawatir. Karena ALLAH telah berkata dalam Q.S An-Nahl ayat 72:
“Dan Allah telah menjadikan pasangan-pasangan kamu sekalian dari jenismu sendiri, lalu menjadikan anak-anak dan cucu bagi kamu dari jodoh-jodohmu.”
Saudaraku, jangan pernah terbesit sedikit pun bahwa ALLAH tak adil karena sampai saat ini jodoh belum juga menghampiri. Coba introspeksi diri. Gunakan masa penantian jodoh ini dengan terus berikhtiar, berdoa dan terus sibuk memperbaiki diri. Bukankah kita menginginkan jodoh yang baik? Seperti yang dijanjikan-NYA dalam Q.S An-Nuur ayat 26:
“Wanita – wanita yang keji adalah untuk laki – laki yang keji dan laki – laki yang keji adalah untuk wanita yang keji. Dan wanita – wanita yang baik adalah untuk laki – laki yang baik, dan laki – laki yang baik adalah untuk wanita – wanita yang baik (pula).”
Teruntuk tanteku:
“Barakallahu Laka Wa Baraka ‘Alaika Wa Jama’a Bainakuma Fi Khair”
Seorang Bijak Ditanya
Seorang bijak ditanya:
1. Siapakah manusia yang kondisinya paling buruk? Ia menjawab: Seseorang yang kuat syahwatnya, jauh cita-citanya, pendek hidupnya dan sempit bashirah-nya (mata hatinya)
2. Dengan apa seorang manusia membalas dendam kepada musuhnya? Ia menjawab: dengan memperbaiki dirinya
3. Apa itu sifat dermawan? Ia menjawab: Hendaklah engkau menyumbangkan hartamu dan wara’ dari harta yang bukan milikmu
4. Bagaimana aku tahu mana teman yang tulus ikhlas? Ia menjawab: Kalau dia memintamu, jangan dikasih, dan mintalah sesuatu darinya, jika ia tetap memberi, itulah dia teman sejati, dan jika ia tidak memberinya, maka, cukuplah Allah sebagai tempat meminta pertolongan
5. Apa yang menjadi kesenanganmu? Ia menjawab, sehari saja saya selamat dan aman! Maka ditanyakan kepadanya: Bukannya sepanjang hari engkau selamat dan aman? Ia menjawab: Yang dimaksud dengan ‘selamat dan aman’ adalah ada satu hari berlalu dan engkau tidak berbuat dosa pada hari itu
6. Seorang bijak berkata: Manusia ada empat; dermawan, pelit, berlebihan dan ekonomis. Dermawan yaitu seseorang yang memberikan jatah dunianya untuk akhiratnya. Seorang pelit yaitu seseorang yang tidak memberikan jatahnya, baik untuk dunia maupun untuk akhirat. Seorang musrif (yang berlebihan) adalah seseorang yang menggabungkan seluruh jatahnya untuk urusan dunia. Seorang yang muqtashid (ekonomis) adalah seseorang yang memberikan kepada masing-masing jatahnya; dunia untuk dunia dan akhirat untuk akhirat.
7. Seorang bijak berkata: ada empat hal baik, namun, ada empat hal lebih baik;
a. Sifat malu dari kaum lelaki adalah baik, namun, sifat malu yang dimiliki kaum perempuan lebih baik
b. Keadilan dari semua manusia adalah baik, namun, keadilan dari para hakim dan pemimpin adalah lebih baik
c. Taubat dari seseorang yang sudah tua adalah baik, namun, taubat dari seorang muda lebih baik
d. Derman bagi orang kaya adalah baik, namun, derma dari kaum fakir adalah ahsan
8. Jika engkau bertanya kepada seorang mulia, maka biarkannya ia berfikir, sebab ia tidak berfikir kecuali yang terbaik. Dan jika engkau bertanya kepada seorang yang buruk (tercela), maka segerakan, agar wataknya tidak memberi isyarat kepadanya untuk berkata: “Jangan lakukan”!
9. Manakah yang lebih afdhal; ulama atau orang kaya? Ia menjawab: Ulama lebih baik. Ditanyakan kepadanya: Lalu kenapa para ulama mendatagi pintu-pintu orang kaya?! Dan kami tidak melihat orang-orang kaya mendatangi pintu-pintu para ulama?! Ia menjawab: Sebab para ulama mengetahui keutamaan harta, sementara orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan ilmu
Dalam hal kebajikan, manusia ada empat macam; ada yang memulai, ada yang melakukannya dalam rangka berqudwah. Dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena tidak ada kesempatan dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena memandangnya sebagai sesuatu yang terbaik
a. Adapun yang melakukannya dalam rangka memulai, maka ia adalah seorang yang mulia
b. Ada pula yang melakukannya karena mencontoh dan berteladan, maka ia adalah seorang yang bijaksana
c. Ada juga yang meninggalkannya karena menganggap baik, maka ia adalah seorang bodoh
d. Dan ada pula yang meninggalkannya karena tidak mendapatkan kesempatan, maka ia adalah seseorang yang celaka.
Sumber: dakwatuna.com
1. Siapakah manusia yang kondisinya paling buruk? Ia menjawab: Seseorang yang kuat syahwatnya, jauh cita-citanya, pendek hidupnya dan sempit bashirah-nya (mata hatinya)
2. Dengan apa seorang manusia membalas dendam kepada musuhnya? Ia menjawab: dengan memperbaiki dirinya
3. Apa itu sifat dermawan? Ia menjawab: Hendaklah engkau menyumbangkan hartamu dan wara’ dari harta yang bukan milikmu
4. Bagaimana aku tahu mana teman yang tulus ikhlas? Ia menjawab: Kalau dia memintamu, jangan dikasih, dan mintalah sesuatu darinya, jika ia tetap memberi, itulah dia teman sejati, dan jika ia tidak memberinya, maka, cukuplah Allah sebagai tempat meminta pertolongan
5. Apa yang menjadi kesenanganmu? Ia menjawab, sehari saja saya selamat dan aman! Maka ditanyakan kepadanya: Bukannya sepanjang hari engkau selamat dan aman? Ia menjawab: Yang dimaksud dengan ‘selamat dan aman’ adalah ada satu hari berlalu dan engkau tidak berbuat dosa pada hari itu
6. Seorang bijak berkata: Manusia ada empat; dermawan, pelit, berlebihan dan ekonomis. Dermawan yaitu seseorang yang memberikan jatah dunianya untuk akhiratnya. Seorang pelit yaitu seseorang yang tidak memberikan jatahnya, baik untuk dunia maupun untuk akhirat. Seorang musrif (yang berlebihan) adalah seseorang yang menggabungkan seluruh jatahnya untuk urusan dunia. Seorang yang muqtashid (ekonomis) adalah seseorang yang memberikan kepada masing-masing jatahnya; dunia untuk dunia dan akhirat untuk akhirat.
7. Seorang bijak berkata: ada empat hal baik, namun, ada empat hal lebih baik;
a. Sifat malu dari kaum lelaki adalah baik, namun, sifat malu yang dimiliki kaum perempuan lebih baik
b. Keadilan dari semua manusia adalah baik, namun, keadilan dari para hakim dan pemimpin adalah lebih baik
c. Taubat dari seseorang yang sudah tua adalah baik, namun, taubat dari seorang muda lebih baik
d. Derman bagi orang kaya adalah baik, namun, derma dari kaum fakir adalah ahsan
8. Jika engkau bertanya kepada seorang mulia, maka biarkannya ia berfikir, sebab ia tidak berfikir kecuali yang terbaik. Dan jika engkau bertanya kepada seorang yang buruk (tercela), maka segerakan, agar wataknya tidak memberi isyarat kepadanya untuk berkata: “Jangan lakukan”!
9. Manakah yang lebih afdhal; ulama atau orang kaya? Ia menjawab: Ulama lebih baik. Ditanyakan kepadanya: Lalu kenapa para ulama mendatagi pintu-pintu orang kaya?! Dan kami tidak melihat orang-orang kaya mendatangi pintu-pintu para ulama?! Ia menjawab: Sebab para ulama mengetahui keutamaan harta, sementara orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan ilmu
Dalam hal kebajikan, manusia ada empat macam; ada yang memulai, ada yang melakukannya dalam rangka berqudwah. Dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena tidak ada kesempatan dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena memandangnya sebagai sesuatu yang terbaik
a. Adapun yang melakukannya dalam rangka memulai, maka ia adalah seorang yang mulia
b. Ada pula yang melakukannya karena mencontoh dan berteladan, maka ia adalah seorang yang bijaksana
c. Ada juga yang meninggalkannya karena menganggap baik, maka ia adalah seorang bodoh
d. Dan ada pula yang meninggalkannya karena tidak mendapatkan kesempatan, maka ia adalah seseorang yang celaka.
Sumber: dakwatuna.com
Sabtu, 10 September 2011
Cerita Jodoh(ku)
Apa yang terlintas di benak Sahabat pertama kali ketika membaca judul tulisan ini??
Oohh.. Mungkin ada yang berpikir bahwa sang penulis akan berbagi tentang cerita jodohnya.
Tentunya di sini aku takkan berbagi tentang cerita jodohku karena aku sendiri belum mengalaminya. Namun, aku akan berbagi tentang cerita jodoh(ku). “Ku” yang dimaksudkan di sini adalah orang yang sudah mengalami proses dalam menjemput jodohnya. Setiap kita mempunyai scenario hidup termasuk cerita jodoh yaitu bagaimana proses penjemputan jodoh masing-masing. Mungkin ada yang awalnya tak saling kenal akhirnya menikah. Atau ada juga yang sudah kenal sejak lama dan akhirnya menikah walaupun tak pernah menduga sebelumnya.
Perkenankan aku untuk mengutip perkataan Pak Mario Teguh yang SUPER SEKALI: “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar. Tapi jika Anda tidak meminta dan mengambil dariNYA, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.”
Ya! Jodoh itu adalah bagian dari rezeki, perlu diusahakan, perlu diikhtiarkan. Nah, proses ikhtiar dalam penjemputan jodoh inilah yang akan aku angkat dalam tulisan ini. Cerita Jodoh(ku), yang aku dapatkan dari sumber orang pertama dan orang kedua atau bahkan orang kesekian. Ada berbagai cerita yang aku angkat di sini yang semoga saja bisa menginspirasi dalam mengikhtiarkan penjemputan jodoh kita.
Cerita Jodoh(ku) part 1: Berawal dari Facebook
Ada seorang ikhwan yang profesinya sebagai seorang trainer menemukan jodohnya via Facebook. Bagaimana hal itu bermula? Mari aku ceritakan kisah tentang mereka.
Bagi seorang trainer, menjaga silaturahim dengan orang-orang yang telah ditrainingnya adalah sebuah keniscayaan. Begitu pun dengan ikhwan trainer ini. Di setiap akhir training, ia selalu memberikan nama akun FBnya agar para peserta training bisa tetap menjaga silaturahim dengan sang trainer via FB.
Suatu hari, seperti biasa, ketika seorang trainer menulis status FB, pasti berbau hal-hal yang bisa memotivasi seseorang, seperti apa yang selama ini dilakukan mereka via training. Izinkan aku untuk mengutip sebuah lirik yang mungkin tak asing di telinga kita: “Berawal dari Facebook baruku.. Kau datang dengan cara tiba-tiba..”
Ya! Berawal dari sebuah status FB sang trainer yang begitu memotivasi para pembaca, ada salah seorang akhwat yang pernah menjadi peserta training yang mengomentari status tersebut. Intinya, sang akhwat tersentuh dengan kata-kata yang dituangkan sang trainer dalam statusnya. Dari situlah, sang trainer akhirnya berkunjung ke FB sang akhwat -karena merasa belum mengenal sang akhwat- hanya sekadar ingin mengingat-ingat mungkin sang akhwat pernah menjadi salah satu peserta trainingnya.
Tak dinyana, ketika memasuki halaman FB sang akhwat, ada sebuah rasa yang muncul dalam hati dan sebuah bisikan yang begitu halus dan berulang : “Aku yakin, dia jodohku..”. Interaksi dan komunikasi pun terjalin via FB hingga akhirnya sang trainer memutuskan untuk meminang sang akhwat menjadi istrinya. Gayung pun bersambut, sang akhwat menerima pinangan itu dan mereka menikah. Simple, isn’t it?
Cerita Jodoh(ku) part 2: Love at the first sight
Love at the first sight atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “cinta pada pandangan pertama”. Menurut penelitian para ilmuwan, cinta jenis ini sering terjadi pada laki-laki. Ketika seorang laki-laki melihat seorang perempuan dan dengan serta merta ada rasa cinta tumbuh dari sana. Itulah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama, ada suatu ketertarikan tertentu saat pertama kali melihat seorang perempuan.
Pada suatu agenda dakwah, yang tanpa hijab (pembatas antara ikhwan dan akhwat), seorang ikhwan -yang memang sedang mencari jodohnya- merasa menemukan jodohnya ketika ia melihat dari kejauhan ada seorang akhwat yang membuat jantungnya berdebar-debar dan muncullah bisikan dari hatinya: “Aha, dialah orangnya..”
Tentu, bagi aktivis dakwah ketika ada perasaan yang muncul terhadap lawan jenis, tak serta merta disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Sang ikhwan berjuang untuk mengikuti kata hatinya karena ada keyakinan yang mendalam bahwa akhwat itulah jodohnya. Karena ia pun sudah masuk dalam kategori ‘siap nikah’, maka tak ada kata lain selain untuk berta’aruf dengan sang akhwat. Ia mencari tahu siapa Murabbiyah (guru ngaji) sang akhwat dan mencari tahu nomor HPnya. Allah pun memudahkan jalannya. Sang murabbiyah akhwat ternyata adalah orang yang sudah dikenalnya. Sang ikhwan akhirnya menghubungi sang murabbiyah dan menyatakan diri untuk berta’aruf dengan akhwat yang dimaksud.
Sang akhwat yang tidak tahu menahu tentang sang ikhwan, akhirnya mengiyakan untuk melanjutkan proses ta’aruf, tentunya setelah istikharah panjangnya. Proses ta’aruf pun berlangsung, mulai pertemuan pertama, kedua, yang didampingi oleh guru ngaji masing-masing (tak berduaan), ada begitu banyak kecocokan, dan akhirnya pertemuan berlanjut ke pertemuan pihak keluarga masing-masing. Kedua pihak keluarga pun merasa cocok, tak ada masalah, hingga akhirnya sang ikhwan mengkhitbah (meminang) sang akhwat dan tanpa berlama-lama dalam proses, mereka pun menikah. Barakallah..
Cerita Jodoh(ku) part 3: Halalkan saja..
Jika dua cerita di atas berkisah tentang dua orang yang awalnya belum saling kenal dalam menemukan jodohnya, maka pada cerita ketiga ini, aku menceritakan kisah yang sedikit berbeda, dua orang yang sudah saling kenal dan memang mereka berjodoh pada akhirnya.
Cerita ini bermula dari tiga orang aktivis dakwah yang diamanahkan untuk pergi ke suatu kota untuk suatu tugas dakwah tertentu, untuk menetap agak lama di kota itu. Tiga orang ini terdiri dari dua akhwat dan satu ikhwan. Qadarullah, salah seorang akhwat tidak bisa pergi karena ada satu keperluan yang begitu mendesak yang tidak bisa ditinggalkan. Lantas bagaimana dengan tugas dakwah yang sudah diamanahkan kepada mereka bertiga? Akankah tetap berjalan dengan satu orang yang tidak ikut serta? Itu berarti hanya ada satu ikhwan dan satu akhwat yang akan pergi. Dan mereka berdua bukanlah mahramnya. Bukankah akan terjadi fitnah yang besar jika dua orang yang bukan mahramnya melakukan perjalanan bersama?
Maka, mereka pun berkonsultasi kepada sang qiyadah. “Ustadz, bagaimana kami bisa pergi berdua saja karena kami bukan mahram? Adakah yang bisa menggantikan al-ukh yang tidak bisa pergi itu? Ataukah ustadz ada saran lain?”
Sang ustadz menjawab dengan mantap: “Ya sudah, halalkan saja..”. Akhirnya, mereka menikah dan melanjutkan perjalanan dakwah bersama. Subhanallah, inikah yang dinamakan ‘”menikah di jalan dakwah”?? Ketika hati tak lagi ragu, ketika dakwah menjadi alasan pernikahan mereka, bukan alasan lain yang bersifat duniawi.
Cerita Jodoh(ku) part 4: Ternyata jodohku dia..
Seorang ikhwan yang dikategorikan siap nikah, sedang berikhtiar menjemput jodohnya. Proposal nikah pun sudah diajukan kepada sang Murabbi untuk dicarikan pendamping hidup.
Tak lama berselang, ta’aruf dengan seorang akhwat pun dilakukan. Namun, proses kandas di tengah jalan. Ta’aruf-ta’aruf berikutnya pun demikian, tak ada yang sampai pelaminan bahkan khitbah pun belum. Berkali-kali ta’aruf, rupanya sang ikhwan belum juga menemukan jodohnya.
Hingga akhirnya pada suatu ketika, sang ikhwan ditawari seorang akhwat oleh sang Murabbi. Akhwat yang dimaksud tak lain tak bukan adalah adik kelasnya yang juga satu organisasi dakwah. Proses ta’aruf yang dijalani begitu lancar dan berlanjut hingga ke pelaminan.
“Ternyata jodohku dia..”, gumam sang ikhwan setelah pernikahan berlangsung. Mungkin akan ada suatu lintasan pikiran dalam benak sang ikhwan: “Andai saja dari dulu saya tahu kalo jodohku dia, dari awal aja proses dengan dia..”. Sayangnya, kita tak pernah tahu siapa jodoh kita sebelum kita benar-benar menemukannya dan menikah dengannya.
####
Sahabat, begitulah beberapa cerita jodoh(ku) yang bisa aku angkat dalam tulisan ini. Ada yang pertama kali berinteraksi, langsung mengetahui bahwa dia jodohnya. Ada pula yang sudah kenal sebelumnya dan tidak pernah menduga, ternyata berjodoh. Jodoh benar-benar misteri, tinggal kita yang memilih bagaimana proses penjemputan jodoh yang akan kita torehkan dalam cerita jodoh(ku). Apapun ikhtiar yang dilakukan, semoga menuai berkah Allah.
Jika di awal jalan menuju pernikahan saja sudah tidak berkah, maka mungkinkah keberkahan berumah tangga akan terwujud? Semoga kita bisa menjaga keberkahan proses dari awal hingga akhir.
Sahabat, memang betul bahwa Allah pembuat scenario terbaik, sutradara terbaik dalam kehidupan ini. Tapi ingat! Kita adalah aktornya, performance aktor lah yang akan dilihat, bisakah sang aktor berperan sesuai dengan yang diharapkan sang sutradara seperti yang tertuang dalam scenario?
Allah memang sudah menetapkan jodoh kita di Lauh Mahfudz sana, jauh sebelum kita lahir ke dunia ini. Apakah kita akan berjodoh dengan orang yang belum dikenal sebelumnya atau bahkan orang yang sudah kita kenal dan dekat di sekitar kita. Tinggal kita yang memilih akan menjemput jodoh yang disertai keberkahan atau tidak.
Lantas apa yang dimaksud dengan berkah Allah dan bagaimana cara agar apa yang dilakukan senantiasa mendapat keberkahan dari Allah?
Berkah, jika dilihat dari bahasa berupa kata ‘al-barakah’, yang artinya berkembang, bertambah dan kebahagiaan. Asal makna keberkahan, begitu Imam Nawawi berkata, ialah kebaikan yang banyak dan abadi.
Ada 2 syarat agar barakah Allah senantiasa menaungi kita. Pertama, iman kepada Allah. Jadi, hanya orang mukminlah yang mendapatkan barakah Allah, seperti yang Allah sampaikan langsung melalui surat cintaNYA:
”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf [7] : 96)
Orang yang merealisasikan keimanannya kepada Allah, dengan hanya bergantung padaNYA, yakin padaNYA, senantiasa menyertakan Allah dalam setiap apa yang dilakukan, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan barakah Allah. Semoga kita termasuk ke dalamnya. Aamiin.
Syarat kedua, amal shalih. Amal shalih adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA, sesuai dengan syariat yang diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita harus YAKIN ke Allah bahwa jodoh kita takkan pernah tertukar. Kita pun harus menyertakan Allah dalam setiap mengambil keputusan terkait jodoh ini, selalu istikharah memohon petunjukNYA. Dan yang tak kalah penting, perbanyak amal shalih, semakin dekat ke Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarangNYA. Tidak bermaksiat ketika proses menjemput jodoh itu berlangsung. Tidak ada jalan berdua yang akan mendekati zina, tidak ada sms mesra dengan kata-kata penuh cinta, tidak ada chatting untuk hal-hal yang tak penting, sebelum akad ditunaikan.
Setiap orang yang sedang dimabuk cinta -tulis Dr. Khalid Jamal dalam buku Ajari Aku Cinta di halaman ke 25- pasti ia tidak menghendaki kekasihnya merupakan salah satu komponen kemaksiatan yang ia lakukan. Demikian pula ia tidak mau menjadi salah satu komponen kemaksiatan yang dilakukan kekasihnya. Camkanlah arti kata cinta yang amat mulia tersebut.
Bukankah kita sudah yakin dengan janji-NYA yang tertuang seperti ini dalam ayat cintaNYA?
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-nuur [24] : 26)
Maka, hal yang paling tepat untuk dilakukan dalam penantian bertemu dengan jodoh hanyalah memperbaiki diri. Yakinlah, ketika diri ini sedang berusaha memperbaiki diri, maka ia-pun yang entah berada di belahan bumi yang mana, yang telah tertulis dalam kitabNYA, juga sedang berusaha memperbaiki diri. Dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya dalam kondisi keimanan terbaik yang mampu untuk diusahakan.
Sahabat, jika diibaratkan hari ini kita berada pada waktu pagi setelah sarapan, maka bertemunya kita dengan sang jodoh adalah waktu makan siang kita. Jika sudah tiba waktu makan siang, maka kita pun akan segera sampai pada waktu makan siang kita. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan waktu dari pagi hingga siang itu untuk mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat bukan sekadar menunggu jam makan siang yang akan membuat kita menjadi bosan.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam ikhtiar menjemput jodoh. Selain berikhtiar mencari atau meminta dicarikan pendamping hidup, satu hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri menuju gerbang pernikahan. Bukan, bukan persiapan hari H resepsi pernikahan yang cuma satu hari yang aku maksudkan di sini. Tapi, hari-hari setelah hari H: sudah siapkah kita menjadi seorang suami/istri, sudah siapkah kita menjadi ayah/ibu, sudah siapkah kita menjadi seorang menantu, sudah siapkah kita menjadi adik/kakak ipar, sudah siapkah kita menjadi bagian dari keluarga besar suami/istri kita, dan sudah siapkah kita menjadi seorang tetangga? Dan pertanyaan utama yang patut dipertanyakan adalah akan dibawa ke mana bahtera rumah tangga kita nantinya??
Maka, Sahabat, mari kita tunggu waktu makan siang kita dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan saja menyiapkan diri menuju gerbang pernikahan, tapi juga menyibukkan diri dengan amanah yang saat ini kita emban. Jangan sampai kita focus menyiapkan diri menuju pernikahan tapi malah menelantarkan apa-apa yang saat ini Allah amanahkan kepada kita. Umat butuh kontribusi kongkret dari kita -para pemuda-, maka bekerjalah. Bekerja untuk Indonesia. Bekerja untuk Allah.
Terakhir, izinkan aku mengutip sebuah kalimat dari Majalah Ummi edisi 02/XVII/Juni 2005:
“… menikah justru akan membuka pintu rizki, bila dilakukan dengan persiapan yang matang, pemikiran yang tepat dan niat yang ikhlas. Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan kemudahan kepada kita semua…”
By: LhinBlue, yang sering khilaf dalam berkata-kata, yang masih dangkal dalam setiap ilmu
dakwatuna.com
Selasa, 12 Juli 2011
Kisah Sebatang Bambu
Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya.
Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu. Dia berkata kepada batang bambu,” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?”
Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.” Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur.”
Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam….. , kemudian dia berkata kepada petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”
Petani menjawab batang bambu itu, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah.”
Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.” Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.
HIKMAH
Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya?
Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita sempurna untuk di pakai menjadi penyalur berkat. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya. Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?
Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Ini aku Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.”
Intinya kita Ikhlas menyerahkan diri kepada Allah. biarlah Dia yang mengatur hidup kita ini karena yang dikehendaki oleh Allah adalah yang terbaik untuk kita jalani.
sumber : dodyekaputra.com
Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu. Dia berkata kepada batang bambu,” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?”
Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.” Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur.”
Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam….. , kemudian dia berkata kepada petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”
Petani menjawab batang bambu itu, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah.”
Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.” Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.
HIKMAH
Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya?
Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita sempurna untuk di pakai menjadi penyalur berkat. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya. Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?
Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Ini aku Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.”
Intinya kita Ikhlas menyerahkan diri kepada Allah. biarlah Dia yang mengatur hidup kita ini karena yang dikehendaki oleh Allah adalah yang terbaik untuk kita jalani.
sumber : dodyekaputra.com
Senin, 11 Juli 2011
Ikhlas Itu Kini dan Nanti
Seorang suami tiba-tiba bercerita kepada temannya bahwa dia sebetulnya tidak mencintai istrinya… WHAT?
Betapa terkejutnya si teman, mengingat laki-laki yang berdiri di hadapannya tersebut kini telah memiliki empat anak, dan dia mengaku tidak mencintai istrinya… ”Istriku ternyata tidak cantik”, keluhnya kemudian.
Sungguh jika tidak ingat bahwa laki-laki yang sedang curhat itu adalah teman lamanya, ingin rasanya dia menonjok si laki-laki hingga terbanting.
Bagaimana bisa seorang suami tidak mencintai istri yang telah memberinya empat orang anak. Dan hanya karena merasa istrinya tidak cantik…
“Dulu, saat ta’aruf dengan istriku. Aku memilih untuk tidak melihat wajahnya. Untuk menjaga keikhlasan, bahwa aku berniat menikahinya bukan karena faktor kecantikannya. Aku baru tahu wajah istriku saat bertemu di pelaminan, dan betapa terkejutnya aku, karena dia sama sekali tidak cantik…”, keluhnya panjang lebar.
Mendengar cerita laki-laki tersebut, si teman mendengus kesal. Alangkah bodohnya laki-laki ini, benar-benar bodoh…
Apa tadi katanya? Dia sengaja tidak melihat wajah calon istrinya untuk menjaga keikhlasan. Memangnya ada tuntunan agama yang menyuruh demikian? Yang ada justru kita disuruh untuk melihat dengan seksama calon pendamping hidup kita, dan itu sangat diperbolehkan. Nabi Muhammad SAW di saat ta’aruf (Perkenalan) menganjurkan calon suami melihat calon istrinya, “Lihatlah calon istrimu, karena yang demikian itu lebih wajar mendukung kelanggengan hubungan kalian berdua.” ( diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan Al-Nasa’i).
Sekarang, setelah bertahun-tahun menikah dia mengeluhkan sesuatu yang seharusnya sudah dia pertimbangkan sejak sebelum menikah dulu.
Alasannya menjaga keikhlasan tadi jadi tidak relevan mengingat sekarang dia telah menjalani tahun-tahun pernikahannya dengan tidak ikhlas, tidak menerima istrinya dengan apa adanya… Padahal menurut si teman, istri laki-laki tersebut manis dan baik hati, tidak ada yang salah dengan dirinya…
Memaknai Keikhlasan
“Semua amal itu hanya tergantung dengan niatnya, dan bagi seseorang hanyalah apa yang diniatinya. Barang siapa yang hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya untuk suatu hal duniawi maka ia akan mendapatkannya, atau untuk seorang wanita maka iapun akan menikahinya. Maka hijrahnya akan sampai pada apa yang ia bermaksud hijrah padanya.” (Al-Hadits, riwayat Al-Bukhari, Muslim, Al-Imam Abu Dawud dll. dari Umar bin Al-Kaththab)
Sesungguhnya dasar amalan kita diterima oleh Allah SWT adalah keikhlasan. Dengan keikhlasan segala sesuatu yang kita jalani akan menjadi menyenangkan. Seorang suami yang ikhlas akan bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya, begitupun sebaliknya…
Ketika kita ikhlas dengan jodoh yang telah Allah berikan pada kita, maka Allah akan ridha dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada kita. Kemudahan saat kita berinteraksi dalam kehidupan rumah tangga. Karena energi keikhlasan lah, kehidupan kita menjadi tenang. Kita yakin bahwa Allah melindungi kita dan menjaga kehidupan rumah tangga kita…
Ikhlas atau tidaknya kita dalam menerima apa yang telah Allah berikan kepada kita, maka yang tahu hanyalah kita dan Allah SWT, termasuk dalam urusan jodoh. Agar kita bisa ikhlas menerima pasangan kita, maka yang pertama kita harus lebih mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Kedua, kita juga harus senantiasa memperbaiki serta meluruskan niat kita dengan meniatkan segala yang kita lakukan karena Allah. Sehingga ketika kita melangkah, maka kita yakin bahwa Allah SWT akan selalu membersamai kita. Ketiga, membiasakan diri untuk ikhlas dengan menghilangkan prasangka-prasangka yang timbul terhadap pasangan kita. Sehingga apapun yang ada dalam diri pasangan kita, akan kita terima dengan penuh keikhlasan dan lapang dada…
Ketika kita yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik pada kita, meskipun mungkin bagi kita adalah hal-hal yang menyakitkan sekalipun, maka Allah akan memberikan nikmat yang lebih. Dengan menerima apapun yang dimiliki oleh pasangan kita, baik kekurangan maupun kelebihannya, maka semoga akan terbentuk keluarga yang sakinah. Karena sejatinya, kekurangan-kekurangan yang dimiliki pasangan kita merupakan ladang amal bagi kita yang menuntut kesabaran dalam diri kita. Dan mungkin tanpa kita sadari, kekurangan-kekurangan itu adalah anugerah yang luar biasa dari Allah SWT dengan memberikan kesempatan kepada kita untuk saling memperbaiki kekurangan masing-masing. Sedangkan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri pasangan kita, maka itu adalah nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri…
Oleh : Hani Fatma Yuniar , tulisan ini di muat di Majalah Salimah Edisi Juni 2011
Betapa terkejutnya si teman, mengingat laki-laki yang berdiri di hadapannya tersebut kini telah memiliki empat anak, dan dia mengaku tidak mencintai istrinya… ”Istriku ternyata tidak cantik”, keluhnya kemudian.
Sungguh jika tidak ingat bahwa laki-laki yang sedang curhat itu adalah teman lamanya, ingin rasanya dia menonjok si laki-laki hingga terbanting.
Bagaimana bisa seorang suami tidak mencintai istri yang telah memberinya empat orang anak. Dan hanya karena merasa istrinya tidak cantik…
“Dulu, saat ta’aruf dengan istriku. Aku memilih untuk tidak melihat wajahnya. Untuk menjaga keikhlasan, bahwa aku berniat menikahinya bukan karena faktor kecantikannya. Aku baru tahu wajah istriku saat bertemu di pelaminan, dan betapa terkejutnya aku, karena dia sama sekali tidak cantik…”, keluhnya panjang lebar.
Mendengar cerita laki-laki tersebut, si teman mendengus kesal. Alangkah bodohnya laki-laki ini, benar-benar bodoh…
Apa tadi katanya? Dia sengaja tidak melihat wajah calon istrinya untuk menjaga keikhlasan. Memangnya ada tuntunan agama yang menyuruh demikian? Yang ada justru kita disuruh untuk melihat dengan seksama calon pendamping hidup kita, dan itu sangat diperbolehkan. Nabi Muhammad SAW di saat ta’aruf (Perkenalan) menganjurkan calon suami melihat calon istrinya, “Lihatlah calon istrimu, karena yang demikian itu lebih wajar mendukung kelanggengan hubungan kalian berdua.” ( diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan Al-Nasa’i).
Sekarang, setelah bertahun-tahun menikah dia mengeluhkan sesuatu yang seharusnya sudah dia pertimbangkan sejak sebelum menikah dulu.
Alasannya menjaga keikhlasan tadi jadi tidak relevan mengingat sekarang dia telah menjalani tahun-tahun pernikahannya dengan tidak ikhlas, tidak menerima istrinya dengan apa adanya… Padahal menurut si teman, istri laki-laki tersebut manis dan baik hati, tidak ada yang salah dengan dirinya…
Memaknai Keikhlasan
“Semua amal itu hanya tergantung dengan niatnya, dan bagi seseorang hanyalah apa yang diniatinya. Barang siapa yang hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya untuk suatu hal duniawi maka ia akan mendapatkannya, atau untuk seorang wanita maka iapun akan menikahinya. Maka hijrahnya akan sampai pada apa yang ia bermaksud hijrah padanya.” (Al-Hadits, riwayat Al-Bukhari, Muslim, Al-Imam Abu Dawud dll. dari Umar bin Al-Kaththab)
Sesungguhnya dasar amalan kita diterima oleh Allah SWT adalah keikhlasan. Dengan keikhlasan segala sesuatu yang kita jalani akan menjadi menyenangkan. Seorang suami yang ikhlas akan bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya, begitupun sebaliknya…
Ketika kita ikhlas dengan jodoh yang telah Allah berikan pada kita, maka Allah akan ridha dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada kita. Kemudahan saat kita berinteraksi dalam kehidupan rumah tangga. Karena energi keikhlasan lah, kehidupan kita menjadi tenang. Kita yakin bahwa Allah melindungi kita dan menjaga kehidupan rumah tangga kita…
Ikhlas atau tidaknya kita dalam menerima apa yang telah Allah berikan kepada kita, maka yang tahu hanyalah kita dan Allah SWT, termasuk dalam urusan jodoh. Agar kita bisa ikhlas menerima pasangan kita, maka yang pertama kita harus lebih mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Kedua, kita juga harus senantiasa memperbaiki serta meluruskan niat kita dengan meniatkan segala yang kita lakukan karena Allah. Sehingga ketika kita melangkah, maka kita yakin bahwa Allah SWT akan selalu membersamai kita. Ketiga, membiasakan diri untuk ikhlas dengan menghilangkan prasangka-prasangka yang timbul terhadap pasangan kita. Sehingga apapun yang ada dalam diri pasangan kita, akan kita terima dengan penuh keikhlasan dan lapang dada…
Ketika kita yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik pada kita, meskipun mungkin bagi kita adalah hal-hal yang menyakitkan sekalipun, maka Allah akan memberikan nikmat yang lebih. Dengan menerima apapun yang dimiliki oleh pasangan kita, baik kekurangan maupun kelebihannya, maka semoga akan terbentuk keluarga yang sakinah. Karena sejatinya, kekurangan-kekurangan yang dimiliki pasangan kita merupakan ladang amal bagi kita yang menuntut kesabaran dalam diri kita. Dan mungkin tanpa kita sadari, kekurangan-kekurangan itu adalah anugerah yang luar biasa dari Allah SWT dengan memberikan kesempatan kepada kita untuk saling memperbaiki kekurangan masing-masing. Sedangkan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri pasangan kita, maka itu adalah nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri…
Oleh : Hani Fatma Yuniar , tulisan ini di muat di Majalah Salimah Edisi Juni 2011
Sabtu, 05 Februari 2011
Wahai Jiwa yang Lemah!
Wahai jiwa yang lemah…
Telah berapa banyak kesombongan yang mengotori hatimu.
Telah berapa banyak riya dan ketakabburan yang hadir dan melekat di jiwamu…
Kau merasa paling suci…
Kau merasa paling sempurna…
Kau merasa telah memiliki setiap kebaikan yang seharusnya ada di tiap diri manusia…
Wahai jiwa yang lemah…
Dimana keikhlasan itu???
Kau mengatakan dirimu ikhlas ketika melakukan sesuatu…
Lantas kau tersenyum ketika seseorang memuji perbuatanmu…
Lalu masihkah itu ikhlas namanya???
Kau meyakinkan dirimu bahwa kau ikhlas menolong seseorang…
Lantas beberapa saat kemudian kau mengingat-ingat kebaikanmu kembali..
Lalu katakan padaku, masihkah ada ikhlas itu????
Wahai jiwa yang lemah…
Berapa banyak hak orang lain kau abaikan…
Merasa dirimu yang paling butuh perhatian
Padahal masalah yang kau hadapi begitu sangat kecilnya dibanding orang-orang yang direnggut haknya.
Kau yang mengatakan penting untuk memberikan perhatian kepada orang lain…
Tapi mana??? Saat sedikit saja cobaan datang kepadamu, kau langsung tak peduli.
Sibuk memikirkan dirimu dan nasibmu…
Sibuk mempertanyakan mengapa Allah menimpakan cobaan itu padamu…
Wahai jiwa yang lemah…
Betapa bangganya kau dengan semua yang telah kau raih…
Lantas berpura-pura bersikap rendah hati dihadapan orang lain…
Betapa angkuhnya dirimu!!!
Tak sadarkah kau???
Atau mungkin kau menikmatinya???
Padahal kebanggaan itu hanya sebagian kecil akibat usahamu…
Sisanya adalah rahmat dari Sang Pencipta…
Wahai jiwa yang lemah…
Kau bekerja dan berusaha demi meraih sesuatu…
Kau katakan ini untuk membahagiakan kedua orang tuamu…
Padahal di hatimu terbersit keinginan untuk mendapat pujian…
Merasa bangga kau lebih baik dari saudaramu yang lain…
Tersipu malu ketika dipuji sanak keluargamu…
Karena memang itulah yang sebenarnya kau cari…
Dan kau menikmatinya…
Wahai jiwa yang lemah…
Tak sadarkah kau dengan semua kelemahanmu itu??
Sudah berapa lama kau tak menangis dalam sujudmu krn lemahnya jiwamu??
Kau hanya sering menangis saat masalah menimpamu…
Padahal ini adalah masalah terbesarmu!!!!
Ketidaktulusan dalam dirimu…
Kesombongan dalam hatimu…
Ketidakpedulian dalam jiwamu…
Bahkan Rasul pun menangis di sujud-sujudnya…
Bahkan sahabatpun menangis setiap saat karena takut jika ada kesombongan dihatinya…
Kelalaian itu telah membutakan hatimu,kawan…
Kesombongan itu telah membekukan jiwamu…
Kumohon…kumohon sadarilah….
~Untuk yang berjiwa lemah, diriku…~
Telah berapa banyak kesombongan yang mengotori hatimu.
Telah berapa banyak riya dan ketakabburan yang hadir dan melekat di jiwamu…
Kau merasa paling suci…
Kau merasa paling sempurna…
Kau merasa telah memiliki setiap kebaikan yang seharusnya ada di tiap diri manusia…
Wahai jiwa yang lemah…
Dimana keikhlasan itu???
Kau mengatakan dirimu ikhlas ketika melakukan sesuatu…
Lantas kau tersenyum ketika seseorang memuji perbuatanmu…
Lalu masihkah itu ikhlas namanya???
Kau meyakinkan dirimu bahwa kau ikhlas menolong seseorang…
Lantas beberapa saat kemudian kau mengingat-ingat kebaikanmu kembali..
Lalu katakan padaku, masihkah ada ikhlas itu????
Wahai jiwa yang lemah…
Berapa banyak hak orang lain kau abaikan…
Merasa dirimu yang paling butuh perhatian
Padahal masalah yang kau hadapi begitu sangat kecilnya dibanding orang-orang yang direnggut haknya.
Kau yang mengatakan penting untuk memberikan perhatian kepada orang lain…
Tapi mana??? Saat sedikit saja cobaan datang kepadamu, kau langsung tak peduli.
Sibuk memikirkan dirimu dan nasibmu…
Sibuk mempertanyakan mengapa Allah menimpakan cobaan itu padamu…
Wahai jiwa yang lemah…
Betapa bangganya kau dengan semua yang telah kau raih…
Lantas berpura-pura bersikap rendah hati dihadapan orang lain…
Betapa angkuhnya dirimu!!!
Tak sadarkah kau???
Atau mungkin kau menikmatinya???
Padahal kebanggaan itu hanya sebagian kecil akibat usahamu…
Sisanya adalah rahmat dari Sang Pencipta…
Wahai jiwa yang lemah…
Kau bekerja dan berusaha demi meraih sesuatu…
Kau katakan ini untuk membahagiakan kedua orang tuamu…
Padahal di hatimu terbersit keinginan untuk mendapat pujian…
Merasa bangga kau lebih baik dari saudaramu yang lain…
Tersipu malu ketika dipuji sanak keluargamu…
Karena memang itulah yang sebenarnya kau cari…
Dan kau menikmatinya…
Wahai jiwa yang lemah…
Tak sadarkah kau dengan semua kelemahanmu itu??
Sudah berapa lama kau tak menangis dalam sujudmu krn lemahnya jiwamu??
Kau hanya sering menangis saat masalah menimpamu…
Padahal ini adalah masalah terbesarmu!!!!
Ketidaktulusan dalam dirimu…
Kesombongan dalam hatimu…
Ketidakpedulian dalam jiwamu…
Bahkan Rasul pun menangis di sujud-sujudnya…
Bahkan sahabatpun menangis setiap saat karena takut jika ada kesombongan dihatinya…
Kelalaian itu telah membutakan hatimu,kawan…
Kesombongan itu telah membekukan jiwamu…
Kumohon…kumohon sadarilah….
~Untuk yang berjiwa lemah, diriku…~
Segera Miliki!!!
Jumat, 04 Februari 2011
Ciri Orang Besar Memulai Perubahan
Pagi yang indah selalu dihadirkan Allah SWT untuk kita yang memiliki keterpautan hati dan bisa merasakan betapa besar Cinta-Nya pada hambanya. Mata yang masih bisa melihat Keindahan itu, udara yang masih bisa kita hirup, aliran darah dan denyut nadi yang masih bisa kita rasakan, menunjukkan jika kita masih diberi eksistensi oleh-Nya. Rasulullah SAW yang melihat umatnya dari syurga Firdaus-Nya, mendoakan kita yang tak kenal letih memperjuangkan risalah dakwah untuk kejayaan Islam di Bumi Allah ini. Semoga kelak kita semua dikumpulkan bersama Baginda Rasul dan para keluarga serta sahabat.
Terkadang kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan, keburukan, maupun kelalaian. Namun ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah. Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah, tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang sama, ternyata keluarganya ‘babak belur’, di kampus tak disukai, di lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk.
Jangankan mengubah Indonesia, mengubah keluarga sendiri saja tidak mampu. Banyak yang menginginkan situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap adik saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang memadai untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik. Siapa pun yang bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri. Ingin mengubah Indonesia, caranya adalah ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian ucapan dengan tindakan kita.
Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois. Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnya juga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang dimaksud di sini adalah memikirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas. Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikirkan genteng, memikirkan tiang yang kokoh, akan tetapi pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupakan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesungguhan untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan keberanian melihat kekurangan diri.
Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses mana pun bakal rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian. Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu mudah, tapi, tidak sembarang orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang-orang yang sukses sejati. Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan oleh orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya, inilah calon orang besar.
Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak berucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya. Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya semakin besar seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar.
Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah keluarga, sulitnya mengubah anak, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, atau kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri. Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan bawahannya, lihat dulu diri sendiri seperti apa. Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan rakyatnya. Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri. Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan. Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja makin sungguh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang.
Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan. Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut. Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawali dari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Jadi teringat kutipan kata bijak dari sebuah buku seperti ini:
Jadilah kau sedemikian kuat sehingga tidak ada yang dapat mengganggu kedamaian pikiranmu
Lihatlah sisi yang menyenangkan dari setiap hal
Senyumlah pada setiap orang
Gunakanlah waktumu sebanyak mungkin untuk meningkatkan kemampuanmu sehingga kau tak punya waktu lagi untuk mengkritik orang lain
Jadilah kau terlalu besar untuk khawatir dan terlalu mulia untuk meluapkan kemarahan
Satu-satunya tempat dimana kita dapat memperoleh keberhasilan tanpa kerja keras adalah hanya dalam kamus.
Di awal tahun, awal bulan dan awal minggu (Jum’at adalah awal minggu bagi umat Islam), ayo kita semua mulai memperbaiki diri. Suatu karya besar selalu diciptakan oleh orang-orang yang berfikir besar. Namun perubahan besar pasti dimulai dari satu langkah kecil, dan itu dimulai dari diri kita masing-masing.
Wallahualam bishowab
- dakwatuna.com
Langganan:
Postingan (Atom)