Selasa, 27 September 2011

Menjadi Pribadi Luar Biasa Tak Perlu Sama

“Akhwat kok ngebut?!” begitulah komentar seorang ikhwan, saat melihat seorang perempuan berkerudung lebar melintas dengan cepat, mendahului laju motornya.



Ada juga yang berkomentar, “Kok yang jadi pembicara akhwat ya? Pesertanya kan ada ikhwan juga ….” sela seorang peserta training kepemimpinan ketika mendapati situasi yang berbeda dari yang biasa dialaminya.

Sempat pula kudengar seorang adik tingkat berkata, “Mbak, si A itu kok kalem banget sih… kan jadi terlihat lemah gitu di hadapan ikhwan…” Dan komentar lainnya. Bingung mendengar komentar-komentar itu?


Mungkin saja kita jadi bingung bila mendengar komentar-komentar seperti itu. Ya, suatu sudut pandang yang berbeda dalam menilai sesuatu. Apalagi jika bersangkutan dengan yang namanya “akhwat”. Wanita yang berusaha menjalankan aturan sesuai syariat, tak jarang mendapat komentar dari kanan-kirinya.

Bagi sebagian besar orang, yang namanya akhwat itu harus identik dengan sifat lembut, kalem, tidak bicara kasar, menjaga sopan santun, dan lain sebagainya. Kalau mengenai ikhwan … ya, seorang yang identik dengan sifat tegas, pandai orasi, berwibawa, dan lain-lain. Pantas saja kalau sebagian orang terheran-heran ketika ada seorang akhwat yang punya sifat “nyentrik“, dan menjadi kaget melihat ikhwan yang punya sifat lemah lembut.

Ingatkah kita kisah teladan dari Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka adalah sosok yang mengagumkan. Bahkan 10 di antaranya dijamin masuk surga. Ada juga empat pemimpin kaum Hawa di Jannah-Nya kelak, mereka berasal dari negeri yang berbeda-beda, dengan adat/kebiasaan yang berbeda, dengan sifat yang berbeda pula.

Rasulullah SAW adalah seorang yang paling lembut terhadap istri dan anak-anaknya, sangat sopan terhadap para sahabat/shahabiyahnya. Bahkan pada seorang kafir buta yang sudah tua. Setiap hari beliau menyuapi orang kafir yang buta ini, sampai beliau wafat. Saat Abu Bakar menggantikannya untuk menyuapi orang buta itu, ia bisa dengan mudah membedakannya. Tapi, Rasulullah SAW adalah orang pertama yang “tidak terima” saat kaum kafir memusuhi Islam. Sikapnya begitu tegas dan keras saat musuh-musuh Islam itu merajalela.

Ingatkah engkau dengan sosok Abu Bakar? Sosok ikhwan yang sangat menjaga kesopanan, lemah lembut terhadap sesamanya. Dari segi fisik, beliau adalah seorang yang bertubuh kurus, sampai celananya pun sering kedodoran. Walau beliau banyak harta, tapi tak menghalanginya untuk menjauhkan lambung dari tempat tidurnya.

Beda lagi dengan Umar bin Khathab. Secara fisik, sosoknya tinggi besar, kekar, dan besar. Sifatnya sangat tegas. Tapi tak jarang beliau ditemukan dalam keadaan menangis tersedu dalam shalat, bahkan sampai pingsan. Sosok yang selalu ingin bersaing dengan Abu Bakar ini, tak jenuh menanyakan pada Rasulullah SAW tentang apa-apa yang bisa membuatnya lebih dekat dengan Allah SWT.

Utsman bin Affan, seorang ikhwan hartawan yang sangat pemalu, bahkan malaikat pun malu pada beliau. Tak enggan memberikan harta di jalan Allah, itulah karakteristiknya.

Lain lagi dengan Ali bin Abi Thalib. Beliau seorang pemuda yang sangat bersahaja. Pemuda pertama yang memeluk agama Islam. Pemuda yang sangat menjaga hati terhadap lawan jenisnya, sampai Allah ‘menghadiahkan’ sosok lembut Fatimah binti Muhammad sebagai pendamping hidupnya. Walau keduanya sudah “ada rasa” sebelumnya, tapi mereka berusaha untuk tidak mengekspresikan sebelum saatnya tiba. Subhanallah ….

Ummahatul Mukminin, para wanita yang mendapat kehormatan mendampingi Rasulullah SAW, wanita dengan karakter luar biasa. Mereka semua memiliki karakter berbeda-beda dan memiliki keunggulannya masing-masing. Semua punya keunggulan amal, punya akhlaq mulia yang luar biasa.

Siti Khadijah, sosok keibuan yang tiada bandingnya di hati Rasulullah SAW. Bahkan Rasul-pun sering menyebut namanya walau beliau sudah tiada hingga Aisyah cemburu dibuatnya. Khadijah adalah sosok penuh pesona, walaupun beliau seorang janda, seorang hartawan dan bangsawan, tapi tak membuatnya bimbang untuk menyerahkannya demi ke-muntijah-an Islam.

Aisyah binti Abu Bakar adalah sosok wanita dengan kedalaman ilmu yang sangat luar biasa. Bahkan seorang sahabat berkata, “Kalau ilmu Aisyah ditukar dengan ilmu para wanita di dunia, niscaya tidak sebanding dengannya. Hafalan haditsnya tidak perlu diragukan, kepandaiannya dalam ilmu kedokteran dan sastra, tidak perlu disangkal.

Hafshah binti Umar adalah seorang pemelihara al-Quran. Ummu Salamah adalah istri Rasulullah SAW yang pertama masuk Madinah. Ummu Habibah adalah mukminah yang amat setia terhadap agamanya. Juwairiyah binti Al-Harist adalah wanita pembawa berkah besar bagi kaumnya.

Para shohabiyah-pun tak perlu diragukan lagi. Asma’ binti Abu Bakar ialah Sang pemilik dua ikat pinggang. Ummu Khultsum binti Ali ialah bidan muslimah pertama. Sumayyah binti Khayyath ialah Syahidah pertama dalam Islam. Ummu ‘Umarah ialah prajurit mukminah.

Dan masih banyak lagi…

Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan kita? Silakan memilih teladan yang paling dikagumi, karakter yang paling sesuai diterapkan dengan diri pribadi. Jangan sampai tidak memilih sama sekali, begitu sindiran seorang ustadz.

Kawan, sekali lagi, mencontoh bukan berarti harus sama, kita tetap bisa menjadi diri sendiri, tinggal mengoptimalkan untuk berjuang meraih ridha-Nya. Sungguh, masing-masing dari kita pasti memiliki kecenderungan yang berbeda, punya sifat yang tidak sama, punya amal unggulan yang berbeda, asalkan tidak melanggar syariat-Nya.

Malu rasanya diri ini mengingat pribadi-pribadi yang luar biasa, yang saya sebutkan di atas. Ada teman yang sangat mendahulukan shalat di awal waktu dengan berjamaah, ada yang senang membangunkan teman kos untuk shalat malam, mengirim SMS taushiyah berkesinambungan, puasa senin-kamis yang selalu dilaksanakan, hafalan Quran yang sungguh mengagumkan, karakter yang sangat pandai menyemangati para stafnya, sosok tak kenal lelah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, shalat Dhuha yang tak pernah ditinggalkannya.

Ada akhwat yang sangat sopan dalam berkata-kata, ada pula yang dengan semangat mengutarakan ide gagasannya. Ada ikhwan yang sangat tegas walau dalam keadaan bercanda, ada pula yang sangat sopan dan menjaga tata krama.

Semua karakter itu, semua sifat itu, adalah anugerah dari Allah untuk kita. Seorang yang pandai berorasi, sangat tepat ditempatkan di barisan terdepan saat aksi. Seorang yang pandai dalam entrepreneur, sangat diperlukan dalam menyokong dana. Seorang konseptor, sangat diperlukan untuk menyumbangkan ide dan gagasannya demi kegiatan yang tepat sasaran.

Seorang yang ahli dalam kerja-kerja teknis, sangat diperlukan untuk merealisasikan konsep yang cemerlang. Seorang yang ‘pelit’, sangat cocok ditempatkan pada posisi bendahara. Seorang yang senang shopping dan wisata kuliner, pasti tepat ditempatkan di bagian konsumsi. Seorang yang hobi berpetualang, akan cocok untuk menentukan tempat yang tepat untuk sebuah kegiatan. Bahkan, seorang yang suka kebut-kebutan, akan sangat diperlukan untuk menjemput pembicara.

Dari sisi kelemahan, selalu ada sisi kebaikan. Maka, dalam barisan kebaikan ini, tiada yang sia-sia. Allah Swt. menciptakan semua perbedaan itu agar kita saling menguatkan. Bukankah sebuah taman akan tampak lebih indah dengan bunga-bunga dan kupu-kupu yang berbeda-beda warnanya?

So… menjadi diri dengan segala kekurangan, menjadi diri atas kelebihan. Kita hanyalah insan yang tidak sempurna dalam ketidaksempurnaan kita sebagai hamba adalah nikmat yang sudah seharusnya untuk kita syukuri… ^_^

Oleh: Shita Ismaida
Dakwatuna.com

Seorang Bijak Ditanya...



سُـئِــل حَـكِـيْـــمٌ

Seorang bijak ditanya:

سُئِلَ حَكِيْمٌ : مَنْ أَسْوَأُ النَّاسِ حَالاً؟

1. Siapakah manusia yang kondisinya paling buruk?

قَالَ : مَنْ قَوِيَتْ شَهْوَتُهُ .. وَبَعُدَتْ هِمَّتُهُ.. وَقَصُرَتْ حَيَاتُهُ .. وَضَاقَتْ بَصِيْرَتُهُ

Ia menjawab: Seseorang yang kuat syahwatnya, jauh cita-citanya, pendek hidupnya dan sempit bashirah-nya (mata hatinya)

سُئِلَ حَكِيْمٌ : بِمَ يَنْتَقِمُ اْلإِنْسَانُ مِنْ عَدُوِّهِ…..؟

2. Dengan apa seorang manusia membalas dendam kepada musuhnya?

فَقَالَ : بِإِصْلاَحِ نَفْسِهِ

Ia menjawab: dengan memperbaiki dirinya

سُئِلَ حَكِيْمٌ : مَا السَّخَاءُ …… ؟

3. Apa itu sifat derman?

فَقَالَ : أَنْ تَكُوْنَ بِمَالِكَ مُتَبَرِّعاً، وَمِنْ مَالِ غَيْرِكَ مُتَوَرِّعاً

Ia menjawab: Hendaklah engkau menyumbangkan hartamu dan wara’ dari harta yang bukan milikmu


سُئِلَ حَكِيْمٌ : كَيْفَ أَعْرِفُ صَدِيْقِيْ اَلْمُخْلِصَ …..؟

4. Bagaimana aku tahu mana teman yang tulus ikhlas?

فَقَالَ : اِمْنَعْهُ .. وَاطْلُبْهُ..فَإِنْ أَعْطَاكَ ..فَذَاكَ هُوَ ,..وَإِنْ مَنَعَكَ..فَاللهُ الْمُسْتَعَانُ!

Ia menjawab: Kalau dia memintamu, jangan dikasih, dan mintalah sesuatu darinya, jika ia tetap memberi, itulah dia teman sejati, dan jika ia tidak memberinya, maka, cukuplah Allah sebagai tempat meminta pertolongan

قِيْلَ لِحَكِيْمٍ :مَاذَا تَشْتَهِيْ …..؟

5. Apa yang menjadi kesenanganmu?

فَقَالَ : عَافِيَةَ يَوْمٍ !

Ia menjawab, sehari saja saya selamat dan aman!

فَقِيْلَ لَهُ : أَلَسْتَ فِي الْعَافِيَةِ سَائِرَ اْلأَيَّامِ …؟

Maka ditanyakan kepadanya: Bukannya sepanjang hari engkau selamat dan aman?

فَقَالَ : اَلْعَافِيَةُ أَنْ يَمُرَّ يَوْمٌ بِلاَ.. ذَنْبٍ.

Ia menjawab: Yang dimaksud dengan ‘selamat dan aman’ adalah ada satu hari berlalu dan engkau tidak berbuat dosa pada hari itu

قَالَ حَكِيْمٌ : اَلرِّجَالُ أَرْبَعَةٌ : جَوَّادٌ وَبَخِيْلٌ وَمُسْرِفٌ وَمُقْتَصِدٌ

6. Seorang bijak berkata: Manusia ada empat; dermawan, pelit, berlebihan dan ekonomis

فَالْجَوَّادُ : مَنْ أَعْطَى نَصِيْبَ دُنْيَاهُ لِنَصِيْبِهِ مِنْ آخِرَتِهِ.

Dermawan yaitu seseorang yang memberikan jatah dunianya untuk akhiratnya

وَالْبَخِيْلُ : هُوَ..اَلَّذِيْ لاَ يُعْطِيْ وَاحِداً مِنْهُمَا نَصِيْبَهُ.

Seorang pelit yaitu seseorang yang tidak memberikan jatahnya, baik untuk dunia maupun untuk akhirat

وَالْمُسْرِفُ : هُوَ الَّذِيْ يَجْمَعُهُمَا لِدُنْيَاهُ.

Seorang musrif (yang berlebihan) adalah seseorang yang menggabungkan seluruh jatahnya untuk urusan dunia

وَالْمُقْتَصِدُ: هُوَ الَّذِيْ يُعْطِيْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا نَصِيْبَهُ

Seorang yang muqtashid (ekonomis) adalah seseorang yang memberikan kepada masing-masing jatahnya; dunia untuk dunia dan akhirat untuk akhirar

قَالَ حَكِيْمٌ : أَرْبَعَةٌ حَسَنٌ، وَلَكِنْ أَرْبَعَةٌ أَحْسَنُ !

7. Seorang bijak berkata: ada empat hal baik, namun, ada empat hal lebih baik;

اَلْحَيَاءُ مِنَ الرِّجَالِ..حَسَنٌ، وَلَكِنَّهُ مِنَ النِّسَاءِ..أَحْسَنُ .

a. Sifat malu dari kaum lelaki adalah baik, namun, sifat malu yang dimiliki kaum perempuan lebih baik

وَالْعَدْلُ مِنْ كُلِّ إِنْسَانٍ..حَسَنٌ، وَلَكِنَّهُ مِنَ الْقُضَاةِ وَاْلأُمَرَاءِ..أَحْسَنُ.

b. Keadilan dari semua manusia adalah baik, namun, keadilan dari para hakim dan pemimpin adalah lebih baik

وَالتَّوْبَةُ مِنَ الشَّيْخِ ..حَسَنٌ، وَلَكِنَّهَا مِنَ الشَّبَابِ..أَحْسَنُ .

c. Taubat dari seseorang yang sudah tua adalah baik, namun, taubat dari seorang muda lebih baik

وَالْجُوْدُ مِنَ اْلأَغْنِيَاءِ..حَسَنٌ.. وَلَكِنَّهُ مِنَ الْفُقُرَاءِ..أَحْسَنُ .

d. Derman bagi orang kaya adalah baik, namun, derma dari kaum fakir adalah ahsan

قَالَ حَكِيْمٌ : إِذَا سَأَلْتَ كَرِيْماً …. فَدَعْهُ يُفَكِّرُ….فَإِنَّهُ لاَ يُفَكِّرُ إِلاَّ فِيْ خَيْرٍ.

8. Jika engkau bertanya kepada seorang mulia, maka biarkannya ia berfikir, sebab ia tidak berfikir kecuali yang terbaik

وَإِذَا سَأَلْتَ لَئِيْماً.. فَعَجِّلْهُ.. لِئَلاَّ يُشِيْرَ عَلَيْهِ طَبْعُهُ ..أَنْ لاَ يَفْعَلَ !

Dan jika engkau bertanya kepada seorang yang buruk (tercela), maka segerakan, agar wataknya tidak memberi isyarat kepadanya untuk berkata: “Jangan lakukan”!

قِيْلَ لِحَكِيْمٍ : اَلأَغْنِيَاءُ أَفْضَلُ أَمِ الْعُلَمَاءِ … ؟

9. Manakah yang lebih afdhal; ulama atau orang kaya?

فَقَالَ : اَلْعُلَمَاءُ أَفْضَلُ .

Ia menjawab: Ulama lebih baik

فَقِيْلَ لَهُ : فَمَا بَالُ الْعُلَمَاءِ يَأْتُوْنَ أَبْوَابَ اْلأَغْنِيَاءِ . وَلاَ نَرَى اْلأَغْنِيَاءَ يَأْتُوْنَ أَبْوَابَ الْعُلَمَاءِ..؟

Ditanyakan kepadanya: Lalu kenapa para ulama mendatagi pintu-pintu orang kaya?! Dan kami tidak melihat orang-orang kaya mendatangi pintu-pintu para ulama?!

فَقَالَ : لِأَنَّ الْعُلَمَاءَ عَرَفُوْا فَضْلَ الْمَالِ ، وَاْلأَغْنِيَاءُ لَمْ يَعْرِفُوْا فَضْلَ الْعِلْمِ!

Ia menjawab: Sebab para ulama mengetahui keutamaan harta, sementara orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan ilmu

قَالَ حَكِيْمٌ : اَلنَّاسُ فِي الْخَيْرِ أَرْبَعَةٌ : فَمِنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُهُ .. اِبْتِدَاءً، وَمِنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُهُ … اِقْتِدَاءً .

9. Dalam hal kebajikan, manusia ada empat macam; ada yang memulai, ada yang melakukannya dalam rangka berqudwah

وَمِنْهُمْ مَنْ يَتْرُكُهُ .. حِرْمَاناً ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَتْرُكُهُ .. اِسْتِحْسَاناً .

Dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena tidak ada kesempatan dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena memandangnya sebagai sesuatu yang terbaik

فَمَنْ يَفْعَلُهُ اِبْتِدَاءً …….. كَرِيْمٌ!

a. Adapun yang melakukannya dalam rangka memulai, maka ia adalah seorang yang mulia

وَمَنْ يَفْعَلُهُ اِقْتِدَاءً ……. حَكِيْمٌ !

b. Ada pula yang melakukannya karena mencontoh dan berteladan, maka ia adalah seorang yang bijaksana

وَمَنْ يَتْرُكُهُ اِسْتِحْسَاناً …… غَبِيٌّ!

c. Ada juga yang meninggalkannya karena menganggap baik, maka ia adalah seorang bodoh

وَمَنْ يَتْرُكُهُ حِرْمَاناً …….. شَقِيٌّ !

d. Dan ada pula yang meninggalkannya karena tidak mendapatkan kesempatan, maka ia adalah seseorang yang celaka.
Oleh: Musyafa Ahmad Rahim, Lc
Dakwatuna.com

Misteri Jodoh: Penantian Puluhan Tahun Seorang Gadis

Shalat Jum’at baru saja usai ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam masjid bersama beberapa

bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu pengajian.

“Gimana kabarnya Pak?” sapa Pak Daud.

“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?” balas Pak Yunus.

“Alhamdulillah.. (terdiam sebentar). Ngomong-ngomong, masih sendirian aja nih Pak?” Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.




Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.

Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.

Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk Pak Daud.

***

1 Syawal 1430 H

“Hei, saudara-saudara, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud, tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud.

Spontan, saudara-saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud.

“Bener Sya?”

“Bener ka Tasya?”

Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata: “Itu hanya rencana pribadi. Belum tau rencana ALLAH nantinya..”

Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang kepala 5.

Tasya menangkap semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante Yeni. Tasya sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan: keponakannya sudah merencanakan akan menikah, sementara dirinya?? Mungkin hal itulah yang ada di pikiran tante Yeni, pikir Tasya.

Tante Yeni memang belum menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah saatnya mempunyai anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini.

Apakah karena masalah kecantikan? Ooohh, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik dengan kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh, jangan salah, tante Yeni adalah wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya? Ooohh, tentu saja tante Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting tetap berpenghasilan. Apakah karena keturunannya? Ooohh, tante Yeni adalah keturunan terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas, apa yang membuatnya hingga saat ini belum juga menikah??

Ya, itulah misteri jodoh. Kita tak ‘kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti, berusaha, berdoa dan terus memperbaiki diri.

***

Seperti Jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai shalat Jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri Pak Daud yang sedang berada di pojok masjid.

“Assalamu’alaikum, Pak..” sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud.

“Wa’alaikumusalam..” jawab Pak Daud hangat.

Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni.

Pak Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini kepada adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang tentunya sangat dinantikan tante Yeni.

Pertemuan pertama pun sudah diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus untuk berkunjung ke rumah orangtua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam.

Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan kedua belah pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak Yunus. Akhirnya khitbah pun dilangsungkan.

***

Keluarga besar Pak Daud telah berkumpul sejak pagi di rumah orangtua Pak Daud. Hari ini akan ada pertemuan dua keluarga: keluarga Pak Yunus dan keluarga tante Yeni.

Di sela-sela persiapan khitbah, Tasya menemani tante Yeni di kamarnya dan bermaksud mendapatkan cerita yang menarik dari proses ini. Proses menuju pernikahan seorang gadis berumur 40-an dengan duda berumur 60-an, sungguh kisah yang unik.

“Gimana tante perasaannya?” tanya Tasya to the point.

“Yaaaa, gak nyangka aja. Padahal kamu yang udah ngerencanain nikah, sedangkan tante gak punya rencana apa-apa. Tapi ternyata sekarang tante mau dilamar..”, jawab tante Yeni sumringah.

“Ya, gitu deh kalo udah rencana ALLAH. Aku juga itu baru rencana pribadi. Gak tau deh ke depannya gimana. Mungkin bisa dipercepat atau diperlambat sama ALLAH dari rencanaku” Tasya semakin bijak dalam kata-kata.

“Iya, padahal kan tante udah hampir 50 umurnya. Tapi ternyata emang baru saat ini ALLAH memberikan jodoh itu. Nggak tau kenapa pas sama Pak Yunus, terasa dimudahin banget prosesnya, cuma 4 kali ketemuan. Pas ketemuan 2 kali, dia sms kalo mantap dengan pilihannya. Pas ketemu sama anak-anaknya, tante juga gak merasa takut, biasa aja. Ya, tante mah berdoa aja sama ALLAH, jika memang ini yang terbaik maka dekatkanlah dan mudahkanlah, dan jika memang bukan terbaik untukku, maka jauhkanlah dengan baik-baik. Alhamdulillah, proses itu dimudahkan dan hati tante pun mantap”, cerita panjang tante Yeni begitu membuat Tasya terperangah.

“Semoga lancar ya Tan, ke depannya..” Tasya menguatkan tante Yeni, sambil bersiap menuju ruang keluarga karena sudah banyak yang menunggu.

***

Setelah khitbah, hari itu juga keluarga besar tante Yeni pun berkumpul untuk membicarakan resepsi pernikahan yang sungguh unik ini. Mulai dari membuat undangan, kepanitiaan sampai pembagian tugas. Ya, resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan tak jauh beda dengan resepsi pernikahan pasangan muda pada umumnya.

***

Akad nikah yang dilangsungkan beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha begitu khidmat. Undangan para anak yatim piatu turut merasakan kebahagiaan kedua mempelai pada resepsi pernikahan. Dan kini, doa tante Yeni terkabul sudah; menutup masa lajangnya.

***

Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata tanteku. Ya, dalam masa penantian menemukan jodohnya, tak sepatah katapun kudengar dari bibirnya menyalahkan takdir, menyalahkan ALLAH yang seolah tak berpihak padanya. Dalam masa penantian itu, dia sibukkan dirinya dengan ibadah kepada ALLAH dan kegiatan social di lingkungannya. Hingga akhirnya, selama penantian bertahun-tahun, puluhan tahun lamanya, teruji sudah kesabarannya, dan ia pun mendapatkan jodoh yang insya ALLAH terbaik menurut ALLAH.

Itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan jodoh itu datang. Manusia hanya bisa berencana. Namun, ALLAH-lah yang berkehendak atas semuanya. Bisa saja jodoh kita datang menjadi lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari rencana kita sebelumnya.

Kita pun tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Entah itu dengan orang yang sudah dekat dengan kita maupun orang jauh sekalipun yang tak pernah saling bertemu. Atau bahkan kita tak dipertemukan dengan jodoh kita di dunia ini, tapi di surga-NYA nanti. Allahu Akbar!

Saudaraku, yakinlah bahwa ALLAH telah menyiapkan scenario terbaik untuk kita dalam masalah jodoh. Tak perlu khawatir. Karena ALLAH telah berkata dalam Q.S An-Nahl ayat 72:

“Dan Allah telah menjadikan pasangan-pasangan kamu sekalian dari jenismu sendiri, lalu menjadikan anak-anak dan cucu bagi kamu dari jodoh-jodohmu.”

Saudaraku, jangan pernah terbesit sedikit pun bahwa ALLAH tak adil karena sampai saat ini jodoh belum juga menghampiri. Coba introspeksi diri. Gunakan masa penantian jodoh ini dengan terus berikhtiar, berdoa dan terus sibuk memperbaiki diri. Bukankah kita menginginkan jodoh yang baik? Seperti yang dijanjikan-NYA dalam Q.S An-Nuur ayat 26:

“Wanita – wanita yang keji adalah untuk laki – laki yang keji dan laki – laki yang keji adalah untuk wanita yang keji. Dan wanita – wanita yang baik adalah untuk laki – laki yang baik, dan laki – laki yang baik adalah untuk wanita – wanita yang baik (pula).”

Teruntuk tanteku:

“Barakallahu Laka Wa Baraka ‘Alaika Wa Jama’a Bainakuma Fi Khair”

Seorang Bijak Ditanya

Seorang bijak ditanya:

1. Siapakah manusia yang kondisinya paling buruk? Ia menjawab: Seseorang yang kuat syahwatnya, jauh cita-citanya, pendek hidupnya dan sempit bashirah-nya (mata hatinya)

2. Dengan apa seorang manusia membalas dendam kepada musuhnya? Ia menjawab: dengan memperbaiki dirinya

3. Apa itu sifat dermawan? Ia menjawab: Hendaklah engkau menyumbangkan hartamu dan wara’ dari harta yang bukan milikmu

4. Bagaimana aku tahu mana teman yang tulus ikhlas? Ia menjawab: Kalau dia memintamu, jangan dikasih, dan mintalah sesuatu darinya, jika ia tetap memberi, itulah dia teman sejati, dan jika ia tidak memberinya, maka, cukuplah Allah sebagai tempat meminta pertolongan

5. Apa yang menjadi kesenanganmu? Ia menjawab, sehari saja saya selamat dan aman! Maka ditanyakan kepadanya: Bukannya sepanjang hari engkau selamat dan aman? Ia menjawab: Yang dimaksud dengan ‘selamat dan aman’ adalah ada satu hari berlalu dan engkau tidak berbuat dosa pada hari itu

6. Seorang bijak berkata: Manusia ada empat; dermawan, pelit, berlebihan dan ekonomis. Dermawan yaitu seseorang yang memberikan jatah dunianya untuk akhiratnya. Seorang pelit yaitu seseorang yang tidak memberikan jatahnya, baik untuk dunia maupun untuk akhirat. Seorang musrif (yang berlebihan) adalah seseorang yang menggabungkan seluruh jatahnya untuk urusan dunia. Seorang yang muqtashid (ekonomis) adalah seseorang yang memberikan kepada masing-masing jatahnya; dunia untuk dunia dan akhirat untuk akhirat.

7. Seorang bijak berkata: ada empat hal baik, namun, ada empat hal lebih baik;
a. Sifat malu dari kaum lelaki adalah baik, namun, sifat malu yang dimiliki kaum perempuan lebih baik
b. Keadilan dari semua manusia adalah baik, namun, keadilan dari para hakim dan pemimpin adalah lebih baik
c. Taubat dari seseorang yang sudah tua adalah baik, namun, taubat dari seorang muda lebih baik
d. Derman bagi orang kaya adalah baik, namun, derma dari kaum fakir adalah ahsan

8. Jika engkau bertanya kepada seorang mulia, maka biarkannya ia berfikir, sebab ia tidak berfikir kecuali yang terbaik. Dan jika engkau bertanya kepada seorang yang buruk (tercela), maka segerakan, agar wataknya tidak memberi isyarat kepadanya untuk berkata: “Jangan lakukan”!

9. Manakah yang lebih afdhal; ulama atau orang kaya? Ia menjawab: Ulama lebih baik. Ditanyakan kepadanya: Lalu kenapa para ulama mendatagi pintu-pintu orang kaya?! Dan kami tidak melihat orang-orang kaya mendatangi pintu-pintu para ulama?! Ia menjawab: Sebab para ulama mengetahui keutamaan harta, sementara orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan ilmu

Dalam hal kebajikan, manusia ada empat macam; ada yang memulai, ada yang melakukannya dalam rangka berqudwah. Dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena tidak ada kesempatan dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena memandangnya sebagai sesuatu yang terbaik
a. Adapun yang melakukannya dalam rangka memulai, maka ia adalah seorang yang mulia
b. Ada pula yang melakukannya karena mencontoh dan berteladan, maka ia adalah seorang yang bijaksana
c. Ada juga yang meninggalkannya karena menganggap baik, maka ia adalah seorang bodoh
d. Dan ada pula yang meninggalkannya karena tidak mendapatkan kesempatan, maka ia adalah seseorang yang celaka.

Sumber: dakwatuna.com

Sabtu, 10 September 2011

Cerita Jodoh(ku)

Apa yang terlintas di benak Sahabat pertama kali ketika membaca judul tulisan ini?? Oohh.. Mungkin ada yang berpikir bahwa sang penulis akan berbagi tentang cerita jodohnya. Tentunya di sini aku takkan berbagi tentang cerita jodohku karena aku sendiri belum mengalaminya. Namun, aku akan berbagi tentang cerita jodoh(ku). “Ku” yang dimaksudkan di sini adalah orang yang sudah mengalami proses dalam menjemput jodohnya. Setiap kita mempunyai scenario hidup termasuk cerita jodoh yaitu bagaimana proses penjemputan jodoh masing-masing. Mungkin ada yang awalnya tak saling kenal akhirnya menikah. Atau ada juga yang sudah kenal sejak lama dan akhirnya menikah walaupun tak pernah menduga sebelumnya. Perkenankan aku untuk mengutip perkataan Pak Mario Teguh yang SUPER SEKALI: “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar. Tapi jika Anda tidak meminta dan mengambil dariNYA, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.” Ya! Jodoh itu adalah bagian dari rezeki, perlu diusahakan, perlu diikhtiarkan. Nah, proses ikhtiar dalam penjemputan jodoh inilah yang akan aku angkat dalam tulisan ini. Cerita Jodoh(ku), yang aku dapatkan dari sumber orang pertama dan orang kedua atau bahkan orang kesekian. Ada berbagai cerita yang aku angkat di sini yang semoga saja bisa menginspirasi dalam mengikhtiarkan penjemputan jodoh kita. Cerita Jodoh(ku) part 1: Berawal dari Facebook Ada seorang ikhwan yang profesinya sebagai seorang trainer menemukan jodohnya via Facebook. Bagaimana hal itu bermula? Mari aku ceritakan kisah tentang mereka. Bagi seorang trainer, menjaga silaturahim dengan orang-orang yang telah ditrainingnya adalah sebuah keniscayaan. Begitu pun dengan ikhwan trainer ini. Di setiap akhir training, ia selalu memberikan nama akun FBnya agar para peserta training bisa tetap menjaga silaturahim dengan sang trainer via FB. Suatu hari, seperti biasa, ketika seorang trainer menulis status FB, pasti berbau hal-hal yang bisa memotivasi seseorang, seperti apa yang selama ini dilakukan mereka via training. Izinkan aku untuk mengutip sebuah lirik yang mungkin tak asing di telinga kita: “Berawal dari Facebook baruku.. Kau datang dengan cara tiba-tiba..” Ya! Berawal dari sebuah status FB sang trainer yang begitu memotivasi para pembaca, ada salah seorang akhwat yang pernah menjadi peserta training yang mengomentari status tersebut. Intinya, sang akhwat tersentuh dengan kata-kata yang dituangkan sang trainer dalam statusnya. Dari situlah, sang trainer akhirnya berkunjung ke FB sang akhwat -karena merasa belum mengenal sang akhwat- hanya sekadar ingin mengingat-ingat mungkin sang akhwat pernah menjadi salah satu peserta trainingnya. Tak dinyana, ketika memasuki halaman FB sang akhwat, ada sebuah rasa yang muncul dalam hati dan sebuah bisikan yang begitu halus dan berulang : “Aku yakin, dia jodohku..”. Interaksi dan komunikasi pun terjalin via FB hingga akhirnya sang trainer memutuskan untuk meminang sang akhwat menjadi istrinya. Gayung pun bersambut, sang akhwat menerima pinangan itu dan mereka menikah. Simple, isn’t it? Cerita Jodoh(ku) part 2: Love at the first sight Love at the first sight atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “cinta pada pandangan pertama”. Menurut penelitian para ilmuwan, cinta jenis ini sering terjadi pada laki-laki. Ketika seorang laki-laki melihat seorang perempuan dan dengan serta merta ada rasa cinta tumbuh dari sana. Itulah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama, ada suatu ketertarikan tertentu saat pertama kali melihat seorang perempuan. Pada suatu agenda dakwah, yang tanpa hijab (pembatas antara ikhwan dan akhwat), seorang ikhwan -yang memang sedang mencari jodohnya- merasa menemukan jodohnya ketika ia melihat dari kejauhan ada seorang akhwat yang membuat jantungnya berdebar-debar dan muncullah bisikan dari hatinya: “Aha, dialah orangnya..” Tentu, bagi aktivis dakwah ketika ada perasaan yang muncul terhadap lawan jenis, tak serta merta disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Sang ikhwan berjuang untuk mengikuti kata hatinya karena ada keyakinan yang mendalam bahwa akhwat itulah jodohnya. Karena ia pun sudah masuk dalam kategori ‘siap nikah’, maka tak ada kata lain selain untuk berta’aruf dengan sang akhwat. Ia mencari tahu siapa Murabbiyah (guru ngaji) sang akhwat dan mencari tahu nomor HPnya. Allah pun memudahkan jalannya. Sang murabbiyah akhwat ternyata adalah orang yang sudah dikenalnya. Sang ikhwan akhirnya menghubungi sang murabbiyah dan menyatakan diri untuk berta’aruf dengan akhwat yang dimaksud. Sang akhwat yang tidak tahu menahu tentang sang ikhwan, akhirnya mengiyakan untuk melanjutkan proses ta’aruf, tentunya setelah istikharah panjangnya. Proses ta’aruf pun berlangsung, mulai pertemuan pertama, kedua, yang didampingi oleh guru ngaji masing-masing (tak berduaan), ada begitu banyak kecocokan, dan akhirnya pertemuan berlanjut ke pertemuan pihak keluarga masing-masing. Kedua pihak keluarga pun merasa cocok, tak ada masalah, hingga akhirnya sang ikhwan mengkhitbah (meminang) sang akhwat dan tanpa berlama-lama dalam proses, mereka pun menikah. Barakallah.. Cerita Jodoh(ku) part 3: Halalkan saja.. Jika dua cerita di atas berkisah tentang dua orang yang awalnya belum saling kenal dalam menemukan jodohnya, maka pada cerita ketiga ini, aku menceritakan kisah yang sedikit berbeda, dua orang yang sudah saling kenal dan memang mereka berjodoh pada akhirnya. Cerita ini bermula dari tiga orang aktivis dakwah yang diamanahkan untuk pergi ke suatu kota untuk suatu tugas dakwah tertentu, untuk menetap agak lama di kota itu. Tiga orang ini terdiri dari dua akhwat dan satu ikhwan. Qadarullah, salah seorang akhwat tidak bisa pergi karena ada satu keperluan yang begitu mendesak yang tidak bisa ditinggalkan. Lantas bagaimana dengan tugas dakwah yang sudah diamanahkan kepada mereka bertiga? Akankah tetap berjalan dengan satu orang yang tidak ikut serta? Itu berarti hanya ada satu ikhwan dan satu akhwat yang akan pergi. Dan mereka berdua bukanlah mahramnya. Bukankah akan terjadi fitnah yang besar jika dua orang yang bukan mahramnya melakukan perjalanan bersama? Maka, mereka pun berkonsultasi kepada sang qiyadah. “Ustadz, bagaimana kami bisa pergi berdua saja karena kami bukan mahram? Adakah yang bisa menggantikan al-ukh yang tidak bisa pergi itu? Ataukah ustadz ada saran lain?” Sang ustadz menjawab dengan mantap: “Ya sudah, halalkan saja..”. Akhirnya, mereka menikah dan melanjutkan perjalanan dakwah bersama. Subhanallah, inikah yang dinamakan ‘”menikah di jalan dakwah”?? Ketika hati tak lagi ragu, ketika dakwah menjadi alasan pernikahan mereka, bukan alasan lain yang bersifat duniawi. Cerita Jodoh(ku) part 4: Ternyata jodohku dia.. Seorang ikhwan yang dikategorikan siap nikah, sedang berikhtiar menjemput jodohnya. Proposal nikah pun sudah diajukan kepada sang Murabbi untuk dicarikan pendamping hidup. Tak lama berselang, ta’aruf dengan seorang akhwat pun dilakukan. Namun, proses kandas di tengah jalan. Ta’aruf-ta’aruf berikutnya pun demikian, tak ada yang sampai pelaminan bahkan khitbah pun belum. Berkali-kali ta’aruf, rupanya sang ikhwan belum juga menemukan jodohnya. Hingga akhirnya pada suatu ketika, sang ikhwan ditawari seorang akhwat oleh sang Murabbi. Akhwat yang dimaksud tak lain tak bukan adalah adik kelasnya yang juga satu organisasi dakwah. Proses ta’aruf yang dijalani begitu lancar dan berlanjut hingga ke pelaminan. “Ternyata jodohku dia..”, gumam sang ikhwan setelah pernikahan berlangsung. Mungkin akan ada suatu lintasan pikiran dalam benak sang ikhwan: “Andai saja dari dulu saya tahu kalo jodohku dia, dari awal aja proses dengan dia..”. Sayangnya, kita tak pernah tahu siapa jodoh kita sebelum kita benar-benar menemukannya dan menikah dengannya. #### Sahabat, begitulah beberapa cerita jodoh(ku) yang bisa aku angkat dalam tulisan ini. Ada yang pertama kali berinteraksi, langsung mengetahui bahwa dia jodohnya. Ada pula yang sudah kenal sebelumnya dan tidak pernah menduga, ternyata berjodoh. Jodoh benar-benar misteri, tinggal kita yang memilih bagaimana proses penjemputan jodoh yang akan kita torehkan dalam cerita jodoh(ku). Apapun ikhtiar yang dilakukan, semoga menuai berkah Allah. Jika di awal jalan menuju pernikahan saja sudah tidak berkah, maka mungkinkah keberkahan berumah tangga akan terwujud? Semoga kita bisa menjaga keberkahan proses dari awal hingga akhir. Sahabat, memang betul bahwa Allah pembuat scenario terbaik, sutradara terbaik dalam kehidupan ini. Tapi ingat! Kita adalah aktornya, performance aktor lah yang akan dilihat, bisakah sang aktor berperan sesuai dengan yang diharapkan sang sutradara seperti yang tertuang dalam scenario? Allah memang sudah menetapkan jodoh kita di Lauh Mahfudz sana, jauh sebelum kita lahir ke dunia ini. Apakah kita akan berjodoh dengan orang yang belum dikenal sebelumnya atau bahkan orang yang sudah kita kenal dan dekat di sekitar kita. Tinggal kita yang memilih akan menjemput jodoh yang disertai keberkahan atau tidak. Lantas apa yang dimaksud dengan berkah Allah dan bagaimana cara agar apa yang dilakukan senantiasa mendapat keberkahan dari Allah? Berkah, jika dilihat dari bahasa berupa kata ‘al-barakah’, yang artinya berkembang, bertambah dan kebahagiaan. Asal makna keberkahan, begitu Imam Nawawi berkata, ialah kebaikan yang banyak dan abadi. Ada 2 syarat agar barakah Allah senantiasa menaungi kita. Pertama, iman kepada Allah. Jadi, hanya orang mukminlah yang mendapatkan barakah Allah, seperti yang Allah sampaikan langsung melalui surat cintaNYA: ”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf [7] : 96) Orang yang merealisasikan keimanannya kepada Allah, dengan hanya bergantung padaNYA, yakin padaNYA, senantiasa menyertakan Allah dalam setiap apa yang dilakukan, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan barakah Allah. Semoga kita termasuk ke dalamnya. Aamiin. Syarat kedua, amal shalih. Amal shalih adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA, sesuai dengan syariat yang diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita harus YAKIN ke Allah bahwa jodoh kita takkan pernah tertukar. Kita pun harus menyertakan Allah dalam setiap mengambil keputusan terkait jodoh ini, selalu istikharah memohon petunjukNYA. Dan yang tak kalah penting, perbanyak amal shalih, semakin dekat ke Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarangNYA. Tidak bermaksiat ketika proses menjemput jodoh itu berlangsung. Tidak ada jalan berdua yang akan mendekati zina, tidak ada sms mesra dengan kata-kata penuh cinta, tidak ada chatting untuk hal-hal yang tak penting, sebelum akad ditunaikan. Setiap orang yang sedang dimabuk cinta -tulis Dr. Khalid Jamal dalam buku Ajari Aku Cinta di halaman ke 25- pasti ia tidak menghendaki kekasihnya merupakan salah satu komponen kemaksiatan yang ia lakukan. Demikian pula ia tidak mau menjadi salah satu komponen kemaksiatan yang dilakukan kekasihnya. Camkanlah arti kata cinta yang amat mulia tersebut. Bukankah kita sudah yakin dengan janji-NYA yang tertuang seperti ini dalam ayat cintaNYA? “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-nuur [24] : 26) Maka, hal yang paling tepat untuk dilakukan dalam penantian bertemu dengan jodoh hanyalah memperbaiki diri. Yakinlah, ketika diri ini sedang berusaha memperbaiki diri, maka ia-pun yang entah berada di belahan bumi yang mana, yang telah tertulis dalam kitabNYA, juga sedang berusaha memperbaiki diri. Dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya dalam kondisi keimanan terbaik yang mampu untuk diusahakan. Sahabat, jika diibaratkan hari ini kita berada pada waktu pagi setelah sarapan, maka bertemunya kita dengan sang jodoh adalah waktu makan siang kita. Jika sudah tiba waktu makan siang, maka kita pun akan segera sampai pada waktu makan siang kita. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan waktu dari pagi hingga siang itu untuk mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat bukan sekadar menunggu jam makan siang yang akan membuat kita menjadi bosan. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam ikhtiar menjemput jodoh. Selain berikhtiar mencari atau meminta dicarikan pendamping hidup, satu hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri menuju gerbang pernikahan. Bukan, bukan persiapan hari H resepsi pernikahan yang cuma satu hari yang aku maksudkan di sini. Tapi, hari-hari setelah hari H: sudah siapkah kita menjadi seorang suami/istri, sudah siapkah kita menjadi ayah/ibu, sudah siapkah kita menjadi seorang menantu, sudah siapkah kita menjadi adik/kakak ipar, sudah siapkah kita menjadi bagian dari keluarga besar suami/istri kita, dan sudah siapkah kita menjadi seorang tetangga? Dan pertanyaan utama yang patut dipertanyakan adalah akan dibawa ke mana bahtera rumah tangga kita nantinya?? Maka, Sahabat, mari kita tunggu waktu makan siang kita dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan saja menyiapkan diri menuju gerbang pernikahan, tapi juga menyibukkan diri dengan amanah yang saat ini kita emban. Jangan sampai kita focus menyiapkan diri menuju pernikahan tapi malah menelantarkan apa-apa yang saat ini Allah amanahkan kepada kita. Umat butuh kontribusi kongkret dari kita -para pemuda-, maka bekerjalah. Bekerja untuk Indonesia. Bekerja untuk Allah. Terakhir, izinkan aku mengutip sebuah kalimat dari Majalah Ummi edisi 02/XVII/Juni 2005: “… menikah justru akan membuka pintu rizki, bila dilakukan dengan persiapan yang matang, pemikiran yang tepat dan niat yang ikhlas. Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan kemudahan kepada kita semua…” By: LhinBlue, yang sering khilaf dalam berkata-kata, yang masih dangkal dalam setiap ilmu dakwatuna.com