Selasa, 12 Juli 2011

Kisah Sebatang Bambu

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya.

Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu. Dia berkata kepada batang bambu,” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?”
Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.” Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur.”

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam….. , kemudian dia berkata kepada petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”

Petani menjawab batang bambu itu, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah.”

Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.” Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

HIKMAH
Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya?

Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita sempurna untuk di pakai menjadi penyalur berkat. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya. Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?

Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Ini aku Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.”
Intinya kita Ikhlas menyerahkan diri kepada Allah. biarlah Dia yang mengatur hidup kita ini karena yang dikehendaki oleh Allah adalah yang terbaik untuk kita jalani.

sumber : dodyekaputra.com

Senin, 11 Juli 2011

Ikhlas Itu Kini dan Nanti

Seorang suami tiba-tiba bercerita kepada temannya bahwa dia sebetulnya tidak mencintai istrinya… WHAT?
Betapa terkejutnya si teman, mengingat laki-laki yang berdiri di hadapannya tersebut kini telah memiliki empat anak, dan dia mengaku tidak mencintai istrinya… ”Istriku ternyata tidak cantik”, keluhnya kemudian.


Sungguh jika tidak ingat bahwa laki-laki yang sedang curhat itu adalah teman lamanya, ingin rasanya dia menonjok si laki-laki hingga terbanting.
Bagaimana bisa seorang suami tidak mencintai istri yang telah memberinya empat orang anak. Dan hanya karena merasa istrinya tidak cantik…
“Dulu, saat ta’aruf dengan istriku. Aku memilih untuk tidak melihat wajahnya. Untuk menjaga keikhlasan, bahwa aku berniat menikahinya bukan karena faktor kecantikannya. Aku baru tahu wajah istriku saat bertemu di pelaminan, dan betapa terkejutnya aku, karena dia sama sekali tidak cantik…”, keluhnya panjang lebar.
Mendengar cerita laki-laki tersebut, si teman mendengus kesal. Alangkah bodohnya laki-laki ini, benar-benar bodoh…
Apa tadi katanya? Dia sengaja tidak melihat wajah calon istrinya untuk menjaga keikhlasan. Memangnya ada tuntunan agama yang menyuruh demikian? Yang ada justru kita disuruh untuk melihat dengan seksama calon pendamping hidup kita, dan itu sangat diperbolehkan. Nabi Muhammad SAW di saat ta’aruf (Perkenalan) menganjurkan calon suami melihat calon istrinya, “Lihatlah calon istrimu, karena yang demikian itu lebih wajar mendukung kelanggengan hubungan kalian berdua.” ( diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan Al-Nasa’i).
Sekarang, setelah bertahun-tahun menikah dia mengeluhkan sesuatu yang seharusnya sudah dia pertimbangkan sejak sebelum menikah dulu.

Alasannya menjaga keikhlasan tadi jadi tidak relevan mengingat sekarang dia telah menjalani tahun-tahun pernikahannya dengan tidak ikhlas, tidak menerima istrinya dengan apa adanya… Padahal menurut si teman, istri laki-laki tersebut manis dan baik hati, tidak ada yang salah dengan dirinya…

Memaknai Keikhlasan

“Semua amal itu hanya tergantung dengan niatnya, dan bagi seseorang hanyalah apa yang diniatinya. Barang siapa yang hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya untuk suatu hal duniawi maka ia akan mendapatkannya, atau untuk seorang wanita maka iapun akan menikahinya. Maka hijrahnya akan sampai pada apa yang ia bermaksud hijrah padanya.” (Al-Hadits, riwayat Al-Bukhari, Muslim, Al-Imam Abu Dawud dll. dari Umar bin Al-Kaththab)

Sesungguhnya dasar amalan kita diterima oleh Allah SWT adalah keikhlasan. Dengan keikhlasan segala sesuatu yang kita jalani akan menjadi menyenangkan. Seorang suami yang ikhlas akan bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya, begitupun sebaliknya…

Ketika kita ikhlas dengan jodoh yang telah Allah berikan pada kita, maka Allah akan ridha dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada kita. Kemudahan saat kita berinteraksi dalam kehidupan rumah tangga. Karena energi keikhlasan lah, kehidupan kita menjadi tenang. Kita yakin bahwa Allah melindungi kita dan menjaga kehidupan rumah tangga kita…

Ikhlas atau tidaknya kita dalam menerima apa yang telah Allah berikan kepada kita, maka yang tahu hanyalah kita dan Allah SWT, termasuk dalam urusan jodoh. Agar kita bisa ikhlas menerima pasangan kita, maka yang pertama kita harus lebih mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Kedua, kita juga harus senantiasa memperbaiki serta meluruskan niat kita dengan meniatkan segala yang kita lakukan karena Allah. Sehingga ketika kita melangkah, maka kita yakin bahwa Allah SWT akan selalu membersamai kita. Ketiga, membiasakan diri untuk ikhlas dengan menghilangkan prasangka-prasangka yang timbul terhadap pasangan kita. Sehingga apapun yang ada dalam diri pasangan kita, akan kita terima dengan penuh keikhlasan dan lapang dada…

Ketika kita yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik pada kita, meskipun mungkin bagi kita adalah hal-hal yang menyakitkan sekalipun, maka Allah akan memberikan nikmat yang lebih. Dengan menerima apapun yang dimiliki oleh pasangan kita, baik kekurangan maupun kelebihannya, maka semoga akan terbentuk keluarga yang sakinah. Karena sejatinya, kekurangan-kekurangan yang dimiliki pasangan kita merupakan ladang amal bagi kita yang menuntut kesabaran dalam diri kita. Dan mungkin tanpa kita sadari, kekurangan-kekurangan itu adalah anugerah yang luar biasa dari Allah SWT dengan memberikan kesempatan kepada kita untuk saling memperbaiki kekurangan masing-masing. Sedangkan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri pasangan kita, maka itu adalah nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri…

Oleh : Hani Fatma Yuniar , tulisan ini di muat di Majalah Salimah Edisi Juni 2011